kisah keledai dan tuannya

Mungkin Sedulur sudah tidak asing lagi dengan kisah keledai dan tuannya. Ya, kisah yang dulu sering diceritakan saat berada di bangku sekolah ini tidak hanya menghibur saja, namun juga mengandung pesan moral yang terlihat sepele tapi ternyata cukup mendalam.

Oleh karena itu, kisah keledai dan tuannya ini sangat cocok dibacakan kepada anak sebagai dongeng sebelum tidur. Sebab, di dalamnya terkandung hikmah yang sangat positif dan juga bagus. Kisah yang satu ini benar-benar tepat untuk mencerminkan kondisi sosial yang ada di masyarakat.

Sebab sebagai makhluk sosial, manusia sudah pasti akan menjalin interaksi dengan orang di sekitar mereka. Ada saja tanggapan dan kritikan yang diberikan terkait apa yang kita lakukan. Nah, bagi yang penasaran, berikut ini kisah keledai dan tuannya lengkap dengan hikmah yang bisa dipetik.

BACA JUGA: Dongeng Anak Kucing dan Tikus untuk Cerita Sebelum Tidur

Kisah Keledai dan Tuannya

kisah keledai dan tuannya
Pexels/Artem Podrez

Suatu ketika, ada seorang ayah dan anak yang pergi menuju ke pasar dengan menaiki keledai yang mereka miliki. Mereka datang dengan tujuan untuk menjual keledai tersebut. Karena jarak antara rumah dan pasar yang cukup jauh, maka dibutuhkan waktu yang lama, bahkan hampir setengah hari.

Pada awalnya, mereka berdua membawa keledainya dengan cara dituntun. Kemudian di tengah perjalanan mereka bertemu dengan seseorang yang baru saja kembali dari pasar. Orang tersebut melihat si keledai yang dituntun, lantas berkata,

“Kenapa kalian harus lelah berjalan kaki? Bukankah keledai tersebut bisa dinaiki? Alangkah lebih baik jika kalian menaiki saja keledai itu?”

Mendengar perkataan orang itu, ayah dan anaknya lalu memutuskan untuk menaiki keledai yang tadinya mereka tuntun. Keledai tersebut ternyata tidak cukup besar, sehingga terlihat kesusahan saat berjalan. Akan tetapi, karena bisa lebih hemat tenaga maka mereka tetap saja menaikinya.

Tidak lama kemudian, mereka bertemu dengan seorang penjual sayuran yang sedang menunggu para pembeli yang sedang memilih-milih sayuran yang dijualnya. Si penjual sayuran itu kemudian melihat keledai yang terlihat kesusahan membawa ayah dan anaknya di punggungnya, dan berkata,

“Ah kasihan sekali keledai itu. Sudah badannya kecil, dinaiki oleh dua orang ayah dan anaknya yang sangat berat. Mereka berdua memang tidak memiliki rasa kepedulian kepada hewan, bukan?”

Mendengar perkataan dari si pedagang tersebut, ayah dan anaknya kemudian turun dari punggung keledai. Mereka memutuskan jika sebaiknya hanya satu orang saja yang menaiki keledai, lalu satu orang lainnya yang menuntun si keledai.

Jadi diputuskan jika anaknya saja yang naik keledai, sementara si ayah berjalan sambil menuntun keledai. Di tengah perjalanan, tepatnya di sebuah persimpangan, mereka bertemu dengan seorang penjual sapi dan juga anaknya. Si penjual sapi kemudian berkata kepada anaknya,

“Lihatlah itu nak, itu adalah contoh anak yang tidak berbakti kepada orangtuanya. Si ayah harus lelah berjalan kaki dan menuntun keledai, sementara anaknya duduk nyaman di atas punggung keledai.”

Mendengar perkataan dari penjual sapi tersebut, si anak pun lantas berkata kepada ayahnya,

“Yah, sebaiknya ayah saja yang naik di atas keledai. Aku yang nantinya akan menuntun. Aku tidak mau dikatakan tidak berbakti kepada orangtua oleh orang lain.”

Sang ayah pun kemudian menyetujui saran dari anaknya. Sekarang bergantian si anak yang menuntun keledai, sedangkan sang ayah naik di atas punggung keledai.

Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan hingga sampai di sepertiga jalan dari pasar. Di tempat itu, mereka bertemu dengan seorang kakek dan juga cucunya yang sedang jalan-jalan. Melihatnya, sang kakek berkata kepada cucunya,

“Lihatlah cucuku, itu adalah contoh seorang ayah yang tidak memiliki rasa kasih sayang kepada anaknya. Si anak harus bersusah payah berjalan dan menuntun keledai, sementara ayahnya bisa duduk santai dengan naik di atas keledai.”

Mendengar perkataan dari kakek tersebut, sang ayah kemudian terdiam dan merenung. Benar juga ya, pikirnya. Setelah itu, dia turun dan mengajak anaknya untuk berunding dan bermusyawarah.

“Nak, sepertinya kita selalu terlihat serba salah di mata orang lain. Kita berdua sama-sama tuntun keledai salah, dua-duanya naik juga tidak benar. Kamu yang naik, ayah yang menuntun juga salah. Apalagi jika ayah yang naik keledai sementara kamu menuntun. Lantas, sebaiknya kita apakan keledai ini?”

Mendengar kata-kata dari mulut ayahnya, si anak pun kemudian berpikir sejenak. Setelah itu, dia memberikan saran yang terbilang tidak biasa,

“Ayah bagaimana kalau keledai yang satu ini kita pikul saja. Siapa tahu memang itu adalah cara yang terbaik untuk membawanya.”

Walaupun pada awalnya keheranan, kemudian sang ayah pun setuju karena sudah bingung. Kemudian dia mulai mengikat kaki keledai dan memanggul keledai itu bersama dengan anaknya. Merasa sudah benar, dengan penuh percaya diri pun mereka masuk ke dalam area pasar.

Akan tetapi, harapan mereka ternyata tidak sesuai dengan kenyataan. Dimana ada banyak orang menertawakan kelakuan mereka berdua. Ya, di pasar tersebut, ada banyak orang yang berkata,

“Keledai saja punya kaki dan dapat berjalan sendiri, kok malah dipanggul. Kan jadi memberatkan keduanya. Dasar orang-orang yang aneh yang tidak bisa memanfaatkan keadaan.”

Mendengar perkataan dari orang-orang yang ada di pasar tersebut, sang ayah akhirnya kehabisan akal. Si ayah benar-benar tidak tau lagi bagaimana caranya agar tidak salah membawa keledai itu. Dan yang terpenting, keledai itu bisa dibawa ke pasar untuk dijual segera.

BACA JUGA: Cerita Dongeng Pendek Tentang Tumbuhan yang Menarik

Hikmah Kisah Bapak Keledai dan Tuannya

Pexels/Leon Woods

Seperti yang tadi sudah dikatakan, jika kisah keledai dan tuannya tidak bukan hanya menarik untuk disimak. Namun juga mengandung pesan moral dan juga hikmah yang sangat baik. Nah, kurang lebih berikut ini beberapa hikmah yang dapat diambil dari kisah tersebut.

  • Jangan pusing dengan kata-kata orang lain

Yang pertama, adalah jangan pusing dengan kata-kata atau omongan orang lain. Hal ini karena kita tidak akan pernah dapat menahan komentar orang lain dari terhadap apa yang mereka lihat. Tindakan yang paling bijak untuk dilakukan, yakni dengan tidak terlalu memusingkan omongan mereka.

Dan tentu saja yang tidak kalah penting, yakni tidak perlu memasukkannya ke dalam hati. Biarkan saja mereka bicara semaunya, yang penting tidak mengganggu kehidupan kita.

  • Setiap orang memiliki sudut pandang berbeda

Perlu untuk diketahui, jika setiap orang pasti mempunyai sudut pandang berbeda-beda. Ini bisa terjadi karena latar belakang dan pengetahuan mereka yang tidak sama. Jadi satu orang dengan yang lain, bisa saja memiliki sudut pandang yang tidak sama.

Nah, hal ini menjadi penyebab kenapa orang-orang yang ada di dalam cerita ini selalu berbeda pendapat, yakni karena latar belakang mereka berbeda-beda.

  • Akan rumit jika mengikuti semua pendapat orang

Jika kita selalu mengikuti semua pendapat dari orang lain, maka kehidupan kita akan menjadi rumit. Kita akan terus merasa tertekan dengan tuntutan dan juga harapan orang lain, yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan atau bahkan sampai diikuti.

Oleh sebab itu, kita harus punya pendirian yang kuat. Pendirian yang dilandasi dengan alasan yang kuat pula. Dengan begitu, kehidupan akan terasa lebih tenang dan juga nyaman.

  • Jadikan sebagai bagian dalam perjalanan hidup

Bisa dibilang bahwa mendengarkan orang lain mengomentari kehidupan kita adalah salah satu bagian dalam perjalanan hidup. Setiap orang pasti akan mengalaminya, dan harus bisa melaluinya untuk bisa terus maju dan menjadi lebih kuat.

Jadi tidak perlu khawatir dengan banyaknya komentar dari orang lain. Oleh sebab itu, jadikan saja hal itu proses dan jangan di protes. Sudah, biarkan saja berjalan dengan apa adanya.

BACA JUGA: Kumpulan Cerita Monyet dan Buaya, Cocok Jadi Dongeng Anak!

Beberapa Sudut Pandang Dalam Hikmah Dari Kisah Keledai dan Tuannya

dongeng kucing dan tikus
Unspash/Annie Spratt

Selain mengandung beberapa hikmah yang positif, kita juga bisa mengetahui beberapa sudut pandang dari kisah keledai dan tuannya tersebut. Seperti yang ada di salah satu poin di atas, kita bisa mengetahui beberapa sudut pandang dalam melihat perjalanan ayah, anak, dan juga keledainya saat ke pasar.

1. Sudut pandang pertama

Sudut pandang pertama datang dari seorang pemuda kuat, yang menyuruh ayah dan anak naik di atas punggung keledai, karena dia beranggapan jika mungkin keledai itu kuat. Selain itu, manusia juga harus bisa memanfaatkan apa yang dapat dimanfaatkan.

2. Sudut pandang kedua

Sudut pandang kedua yakni dari seorang wanita yang menyuruh supaya si ayah saja yang turun dari keledai. Wanita tersebut berpikir dengan naluri keibuan yang lebih sayang kepada si anak. Sehingga akan lebih baik jika anaknya saja yang naik di atas keledai.

3. Sudut pandang ketiga

Sudut pandang berikutnya adalah seorang pecinta alam yang menyuruh agar mereka berdua tidak menaiki keledai. Hal ini karena dia memiliki prinsip tersendiri terhadap hak seekor hewan. Dia beranggapan jika menaiki keledai hanya akan menyiksa keledai, dan sebaiknya itu tidak dilakukan.

4. Sudut pandang keempat

Sudut pandang berikutnya dari orang yang mabuk, yang mana biasanya orang mabuk akan berbicara ngelantur. Maka dari itu, orang mabuk tersebut menyuruh si bapak dan juga anaknya untuk menggendong keledai. Sebenarnya itu adalah perintah konyol dari seseorang yang sedang dalam keadaan tidak sadar.

5. Sudut pandang kelima

Sudut pandang terakhir datang dari ayah dan si anak. Sebagai orang yang melakukan perjalanan, wajar saja jika mereka mendapat banyak komentar. Wajar juga apabila mereka terpengaruh. Namun pada akhirnya mereka dapat menemukan hikmah, bahwa menuruti omongan orang tidak itu akan ada habisnya.

Nah, itu dia kisah keledai dan tuannya yang dulu mungkin pernah Sedulur dengar di bangku sekolah. Walaupun cerita yang dihadirkan terdengar cukup sederhana, namun sebenarnya ada hal baik yang dapat dijadikan sebagai pelajaran penting dalam kehidupan.

Semoga hikmah dari cerita anak tentang keledai dan tuannya dia atas, dapat diambil sebagai pelajaran hidup yang selalu diingat, ya!