Ketika bicara Kerajaan Mataram, mungkin Sedulur akan teringat pada sebuah kesultanan yang kini masih berdiri  di Yogyakarta dan Surakarta. Namun, jauh sebelum itu, pernah berdiri sebuah kerajaan kuno di Jawa Tengah yang bercorak Hindu-Budha. 

Mereka dikenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno. Bagaimana perkembangan sejarahnya dan apa saja peninggalannya? Berikut sejarah lengkapnya untuk pembelajaran bersama. 

BACA JUGA: Kerajaan Kalingga: Sejarah, Raja, Kejayaan & Peninggalannya

1. Kerajaan Mataram Kuno berdiri pada abad ke-7

kerajaan mataram kuno
Indephedia

Berdasarkan makalah yang ditulis Kusumayudha, dkk. dari UPN Veteran Yogyakarta, Mataram Kuno tercatat sebagai sebuah negara independen di kawasan Jawa Tengah yang eksis di sekitar abad ke-7 hingga ke-10. Wilayah ini bercorak Hindu-Budha dengan reliknya yang ikonik, Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Pendirian kerajaan ini tercatat dalam prasasti Mantyasih yang menunjukkan bahwa kekuasaannya meliputi Jawa Tengah dan Yogyakarta pada tahun 900-an. Tepatnya di wilayah daratan dan lereng dekat Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sundoro. Sementara, nama pendirinya, Wangsa Sanjaya tercatat dalam prasasti Canggal yang memiliki hubungan dengan candi yang berada di Gunung Wukir. 

2. Beda dengan Kerajaan Mataram yang berdiri di abad 16-18 

kerajaan mataram kuno
Grid

Dengan begitu, ia sebenarnya berbeda dengan Kerajaan Mataram yang didirikan Senopati Adiwijoyo dan mengalami kejayaan saat dipimpin Sultan Agung Kerajaan. Kerajaan yang berdiri selama kurang lebih 2 abad dari abad ke-16 hingga 18 tersebutlah yang kemudian terpecah menjadi tiga kesultanan baru di Surakarta dan Yogyakarta setelah penandatangan perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Seperti dilansir Ensiklopedia Britannica, Kerajaan Mataram ini dipercaya sebagai salah satu pecahan dari Kerajaan Pajang yang kemudian memerdekakan diri. 

3. Mata pencaharian utama penduduknya adalah bertani 

Pexels

Wirasanti dan Murwanto dalam Indonesian Journal of Geography melakukan penelitian tentang prasasti Canggal dan menemukan beberapa fakta menarik dari Kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu Budha ini. Lokasi penemuan prasasti tersebut di dataran Kedu yang subur dan dekat dengan Sungai Putih, Sungai Progo, dan Sungai Blongkeng. Semua sungai tersebut turut mengalirkan muntahan dari Gunung Merapi dan membawa material erupsi.

Namun, candi dan rumah penduduk biasanya akan terlindungi karena keberadaan beberapa bukit yang masuk dalam komplek perbukitan Gendol. Dari interpretasi prasasti juga ditemukan simbol-simbol yang menunjukkan bahwa penduduk Mataram Kuno hidup makmur dengan bercocok tanam, terutama tumbuhan padi. 

Namun, ditemukan pula bahwa kawasan tersebut bisa ditanami berbagai tanaman penting lain seperti tamarin, durian, bunga sepatu, jambu, pisang, gula kelapa, markisa, jagung, ubi, kapas, pandan, nangka, dan berbagai sumber makanan serta rempah lainnya. Selain jadi sumber makanan, mereka juga banyak dipakai untuk kebutuhan konstruksi bangunan, kapal, serta pembuatan pakaian.

BACA JUGA: Kerajaan Kediri: Sejarah, Masa Kejayaan, dan Masa Keruntuhan

4. Raja-Raja Mataram Kuno

Pexels

Ada beberapa nama Raja Mataram Kuno yang tercatat dalam prasasti. Berikut nama-namanya. 

  • Raja Sanjaya yang dalam prasasti Mantyasih dan Canggal disebutkan namanya sebagai pendiri kerajaan di tahun 732. Sanjaya bergelar Rakai Mataram. 
  • Rakai Pikatan dipercaya sebagai Raja Mataram Kuno yang membangun Candi Siwa yang bila dilihat deskripsinya pada prasasti Siwagrha mirip dengan yang kita kenal sebagai Candi Prambanan saat ini. 
  • Rakai Kayuwangi disebut dalam prasasti Wantil. Ia merupakan putra bungsu Rakai Pikatan yang lahir dengan nama Dyah Lokapala sebelum diberi gelar tersebut. 
  • Rakai Watuhumalang tidak meninggalkan prasasti apa pun. Namun, namanya tercatat dalam prasasti Mantyasih sebagai Raja Mataram Kuno ke-8 sebelum Dyah Balitung. 
  • Dyah Balitung atau Rakai Watukura adalah menantu Watuhumalang yang kemudian mewarisi tahta kerajaan. 
  • Mpu Daksa adalah putra dari Watuhumalang yang kakak perempuannya dinikahi oleh Dyah Balitung. 
  • Rakai Layang atau Dyah Tulodhong tercatat dalam prasasti Ritihang yang ditulis oleh Mpu Daksa. Ia mendapatkan tahta setelah menikahi putri Mpu Daksa. 
  • Dyah Wawa atau Rakai Sumba yang namanya tercantum dalam prasasti Sangguran. Ia dipercaya para sejarawan melakukan kudeta pada Dyah Tulodong dan akhirnya menguasai pucuk kepemimpinan Mataram Kuno. 
  • Mpu Sindok adalah raja terakhir Mataram Kuno yang mendapat kekuasaannya karena menjadi menantu dari Dyah Wawa. 

5. Perpindahan pemerintahan ke Jawa Timur

kerajaan mataram kuno
Kediri Pedia

Melansir makalah Lukitawati dari STKIP PGRI Sidoarjo, Mpu Sindok melakukan perubahan drastis di Mataram Kuno dengan memindahkan pusat kekuasaan ke Jawa Timur. Kerajaan yang dulunya bertumpu pada agraria, kemudian ia alihkan untuk mencoba peruntungan di bidang pelayaran dan perdagangan. Ia melihat peluang di Jawa Timur yang memiliki perairan strategis, yaitu Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang langsung mengalir ke laut. Ia melihat potensinya sebagai jalur perdagangan internasional. 

Ini didorong pula oleh proses sedimentasi di bibir pantai pelabuhan mereka di Semarang dan Ungaran. Proses tersebut makin tampak di abad ke-10 dan makin menyakinkan para pemimpinan Mataram Hindu untuk beralih ke beberapa wilayah strategis di Jawa Timur, seperti Gresik, Jombang, Malang, Surabaya, Tuban, dan Lamongan. Surabaya dan Gresik saat ini masih jadi jalur perdagangan yang strategis. 

Bukti pemindahan ini tercatat dalam potongan prasasti yang ditemukan para arkeolog dan sejarawan dari Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur seperti yang diliput The Jakarta Post. Proses ekskavasi di desa Gemekan, Mojokerto pada Februari 2022 lalu. Ini melengkapi temuan prasasti Anjukladang dan Paradah di desa Watugaluh, Jombang. Prasasti baru di Mojokerto tersebut menuliskan bahwa Raja Mataram Kuno mengumumkan pemindahan istana ke Tamwlang yang kini dikenal sebagai desa Tembelang di Jombang. 

BACA JUGA: Kerajaan Demak: Sejarah, Masa Kejayaan & Masa Keruntuhan

6. Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno

kerajaan mataram kuno
The Jakarta Post

Setelah abad ke-10 atau awal tahun 1000-an, peninggalan mereka di kawasan Jawa Tengah tak lagi ditemukan. Selain perpindahan pusat pemerintahan ke Jawa Timur, sebagian sejarawan pun percaya bahwa letusan gunung berapi menjadi salah satu penyebab hilangnya peradaban Mataram Kuno. Bukti-bukti sapuan erupsi terlihat dari berbagai prasasti dan peninggalan bersejarah lain yang terkubur oleh sedimen dan material erupsi di sekitar Gunung merapi. Selain prasasti, ditemukan pula berbagai bukti bahwa pernah ada peradaban berupa pedesaan di sekitar wilayah tersebut. Hal ini dilansir dari penelitian Kusumayudha, dkk.

7. Peninggalan yang masih tersisa 

Instagram @riesaramandanii

Letak kerajaan Mataram Kuno adalah di kawasan Jawa Tengah hingga Yogyakarta. Peninggalan terbesar mereka adalah dua komplek candi megah yang kini masih berdiri, yaitu Borobudur dan Prambanan. Ketika berpindah ke Jawa Timur, peninggalan mereka yang berhasil ditemukan baru sebatas prasasti dan candi-candi kecil. 

Sampai saat ini Kerajaan Mataram Kuno masih jadi misteri dan objek pembelajaran yang menarik perhatian sejarawan tanah air. Mereka salah satu kerajaan pelopor di Jawa yang cukup besar pengaruhnya. Mirip dengan Kerajaan Kalingga. 

Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar. Yuk, unduh aplikasinya di sini sekarang!

Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah. Langsung restok isi tokomu di sini aja!