Rukun Jual Beli Dalam Islam dan Syaratnya Sesuai Syariat

Aturan hukum rukun jual beli dalam islam disebut juga muamalah. Tujuannya adalah sebagai pedoman untuk bertransaksi, khususnya perdagangan barang. Sebab, sektor perekonomian akan semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Agama islam memperbolehkan seseorang untuk menukar atau melakukan transaksi barang dan jasa. Namun, bagi siapapun yang mengambil barang milik orang lain secara tidak adil atau batil, maka perbuatan tersebut dilarang. Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai rukun jual beli dalam islam, berikut adalah rangkuman materinya. 

BACA JUGA: Mengenal Sifat Ujub Dalam Islam, Hukum dan Bahayanya

Pengertian rukun jual beli islam

rukun jual beli
Unsplash

Jual beli adalah adalah sebuah kegiatan yang pada saat ini sudah menjadi hal yang biasa terjadi di kalangan masyarakat di seluruh belahan dunia. Contohnya adalah ketika ibu membeli sayur dan buah, itu merupakan suatu kegiatan transaksi. Dikutip dari jurnal Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, ada banyak ulama madzhab yang mendefinisikannya, walaupun memiliki perbedaan. Meskipun begitu, masing-masing memiliki tujuan dan substansi yang sama. 

Ulama Hanafiah menuturkan bahwa kegiatan ini adalah proses menukarkan benda dengan dengan dua mata uang, yaitu perak dan emas atau semacamnya. Proses menukar barang dengan uang atau semacamnya ini memiliki cara yang khusus. Ulama Hanafiah juga mengatakan bahwa definisi secara khusus kegiatan ini harus melalui ijab (ungkapan membeli dari pembeli) serta qabul (pernyataan menjual dan penjual). 

Kegiatan ini juga boleh dilakukan dengan cara saling memberikan barang dan harga dari kedua belah pihak. Namun, harta yang menjadi objek harus memiliki manfaat bagi manusia. Jika jenis barang yang akan dijual tidak memiliki manfaat, maka kegiatannya tidak sah meskipun tetap dilakukan.

Secara garis besar, kesimpulan dari pengertian yang sudah dijelaskan diatas merupakan suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha antara kedua belah pihak. Kemudian, salah satu pihak menerima benda dan pihak lainnya menerima uang dengan dasar kompensasi barang. 

Barang tersebut ditukar dengan alat ganti yang sudah sesuai dengan perjanjian ketentuan yang telah dibenarkan syara’. Agama islam memberi penegasan tentang keabsahan dan legalitasnya secara umum, dan melarang konsep riba.

a. Menurut islam

rukun jual beli
Unsplash

Dalam bahasa Arab, perdagangan bisa disebut dengan  al-bay’u, al-mubadalah, dan al-tijarah. Dalil jual beli dalam islam terdapat pada firman Allah SWT dalam surat Fathir ayat 29, yaitu:

إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُور

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan sholat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi,”

Ada pula ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang perdagangan, salah satunya adalah firman Allah SWT surat Al-Baqarah ayat 275:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

b. Menurut para ahli agama

rukun jual beli
Unsplash

Berdasarkan beberapa pandangan ulama, ada banyak definisi yang bisa ditafsirkan darinya. Selain yang disebutkan Ulama Hanafiah seperti penjelasan diatas, ada pula Ibn Qudamah yang merupakan salah satu ulama Malikiyah. Beliau mengartikan bahwa perdagangan adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan kepemilikan dan milik. Adapun menurut ulama Syafi’iyah, Hanabilah, dan Malikiyah, definisinya adalah sama.

BACA JUGA: Doa Masuk Rumah dan Keluar Rumah Sesuai Sunnah Islam

Rukun jual beli dalam islam

rukun jual beli
Unsplash

Perdagangan merupakan salah satu sektor perekonomian yang mempunyai peranan yang cukup penting dalam kehidupan bermasyarakat, baik sistem digital maupun secara konvensional. Peraturan yang sudah ditetapkan dalam islam pun sudah jelas. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya zaman, maka perlu diadakan kajian ulang dari sumber terpercaya supaya transaksi yang akan dilakukan menjadi sah. 

Dijelaskan dalam kitab Al-Fiqhul Muyassar bahwa rukun jual beli ada tiga, yaitu pihak yang berakad (penjual dan pembeli), ma’qud ‘alaihi (barang), dan shighah. Pihak yang berakad di sini mencakup penjual dan pembeli. Sementara itu, ma’qud ‘alaihi adalah barangnya. Lalu, sighat adalah ijab dan qabul.

Namun, ada pula pendapat lain mengenai rukun berdagang dalam islam yaitu menurut Jumhur ulama, yaitu ada empat. Jika tidak memiliki unsur seperti diatas, maka tidak bisa disebut dengan rukun perdagangan. Maka dari itu, rukun tidak akan terjadi tanpa beberapa hal tersebut. Berikut adalah ulasannya menurut Jumhur ulama. 

1. Pihak yang bertransaksi (‘Aqid)

rukun jual beli
Unsplash

Rukun jual beli terdiri atas empat hal, salah satunya adalah pihak yang bertransaksi atau Aqid. sudah jelas bahwa suatu transaksi tidak akan bisa terjadi tanpa adanya penjual dan pembeli. Penjual merupakan pihak yang menawarkan barang dagangannya, sedangkan pembeli merupakan pihak yang akan membeli atau membutuhkan barang tersebut untuk bisa dimanfaatkan dengan semestinya. Dalam suatu transaksi, kedua belah pihak harus ada dan hadir, jadi harus ada penjual dan pembeli. Apabila salah satu pihak tidak ada, maka transaksi tidak bisa dilaksanakan dan dipenuhi.

2. Sighat (Mahal al-‘Aqdi)

rukun jual beli
Unsplash

Sighat atau ijab dan qabul merupakan salah satu rukun jual beli dalam islam. Contohnya adalah perkataan dari penjual yaitu ““saya jual kepadamu atau saya serahkan kepadamu.” Dan perkataan pembeli, “saya terima atau saya beli.” Jika serah terima yang sedang berlangsung di kalangan masyarakat tidak memiliki ijab kabul atau sighat, maka transaksi yang dilakukan tidak sah.

Seperti yang dikatakan oleh Ibu Syurairah yaitu serah terima yang dilakukan adalah sah mengenai barang-barang dagangan yang tidak berharga atau remeh serta biasa dilakukan oleh masyarakat. Ini merupakan pendapat dari Ar-Ruyani dan yang lainnya.

Sighat juga bisa menjadi salah satu syarat sah dalam proses pembelian barang besar maupun kecil. Berikut adalah syarat dari ijab dan kabul yang meliputi:

  • Jala’ul ma’na, yaitu tujuan yang terdapat dalam pernyataan itu jelas, sehingga bisa dipahami jenis akad yang akan dikehendaki.
  • Tawafuq, yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan kabul.
  • Jazmul iradataini, yaitu antara ijab dan kabul memperlihatkan kehendak para pihak secara pasti, tidak terpaksa, dan tanpa adanya keraguan. 

BACA JUGA: Tata Cara Urutan Potong Kuku Sesuai Adab Ajaran Islam

3. Memiliki barang yang akan dibeli

rukun jual beli
Unsplash

Rukun jual beli dalam islam selanjutnya adalah harus memiliki barang yang akan dibeli atau ma’qud ‘alaih. Bukan sekadar harus ada suatu barang, tapi dalam Islam juga diatur syarat bahwa barang yang diperdagangkan harus memiliki nilai manfaat. 

Tujuannya adalah supaya pihak yang membelinya tidak merasa rugi. Tentu saja pengertian manfaat ini bersifat relatif, karena pada dasarnya semua barang itu memiliki manfaat. Maka dari itu, hendaknya memakai kriteria dari agama untuk mengatur manfaat dari suatu barang.

4. Memiliki nilai tukar pengganti barang

Unsplash

Rukun jual beli jumlahnya ada empat, salah satunya adalah memiliki nilai tukar pengganti barang. Dikutip dari sebuah pengertian yang dikemukakan oleh ulama Hanafiyah, transaksi ini adalah ketika kedua belah pihak saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu. Alat untuk penukaran sesuatu yang diinginkan tentunya harus sepadan dan melalui cara tertentu. Sehingga, nilai tukar sebagai pengganti suatu barang itu juga harus sesuai serta bisa diterima oleh kedua belah pihak, yaitu pembeli dan penjual. 

Syarat jual beli dalam islam

Unsplash

Setelah mengetahui empat rukun jual beli dalam islam kecuali tempat transaksinya, berikutnya adalah memahami tentang syarat melakukan perdagangan dalam islam. Intinya, kegiatan ini harus dilakukan tanpa ada paksaan, transparan, jelas nilai transaksinya, serta jujur dan amanah. Sehingga, kedua pihak yaitu penjual dan pembeli pun tidak mengalami kerugian dan sama-sama mendapatkan keuntungan. Berikut adalah ulasan lengkap mengenai syaratnya yang bisa Sedulur pahami. 

BACA JUGA: Apa Arti Istidraj Dalam Islam, Ini Ciri dan Tandanya dalam Al Qur’an

1. Kesepakatan bersama

Unsplash

Selaku subjek hukum, antara penjual dan pembeli harus memenuhi suatu kriteria atau persyaratan, yaitu berakal sehat dan melakukan transaksi sesuai dengan keinginannya sendiri atau tidak ada paksaan. Selain itu, kedua pihak harus sudah baligh atau dewasa. Ketika syarat itu sudah dipenuhi, maka perjanjian dalam perdagangan bisa dibuat dan harus selalu didasari dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.

Jika tidak ada kesepakatan bersama, maka tindakan atau kegiatan yang dilakukan tidak sah. Hal ini didasari dengan surat An-Nisa ayat 29 yang berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”

Pada masa sekarang ini, diperlukan tafsiran yang lebih luas tentang kesepakatan bersama. Misalnya adalah ketika Sedulur ingin membeli minuman dingin dari mesin. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan transaksi atau perdagangan yang umumnya terjadi antara dua belah pihak yaitu sesama manusia. 

Lalu, apakah transaksi tersebut menurut islam adalah sah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, terdapat tiga pendapat dari para ulama tentang kesepakatan bersama dalam sebuah transaksi. 

  • Kesepakatan bersama hanya diutarakan melalui kata-kata yang sebelumnya sudah Sedulur ketahui sebagai ijab kabul.
  • Kesepakatan bersama harus diutarakan melalui kata-kata serta bisa diungkapkan melalui suatu tindakan yang sudah biasa dilakukan. Tak hanya melalui kata-kata, persyaratannya bisa dipenuhi melalui sikap yang merupakan sebuah tanda adanya kesepakatan. Misalnya adalah ketika Sedulur membeli air minum dan penjualnya tidak mengutarakan apapun selama transaksi sedang berlangsung. Kegiatan ini dalam islam tetap sah jika dilakukan.
  • Kesepakatan bersama bisa dicapai dengan mudah oleh apapun yang bisa menunjukkannya, entah melalui sikap maupun kata-kata.

2. Memiliki akal sehat

Unsplash

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa transaksi jual beli dalam islam wajib dilakukan oleh kedua belah pihak yang sehat secara akal dan pikiran, serta bisa melihat konteks transaksi. Adapun kasus yang bisa dikatakan tidak sah oleh pandangan Islam berdasarkan aspek akal sehat misalnya ketika pihak penjual adalah seorang anak kecil yang berlaku di luar kuasanya. 

Apabila anak ini tiba-tiba memperdagangkan motor ayahnya tanpa sepengetahuan siapapun, maka transaksi yang dilakukan itu tidak sah. Namun, beda ceritanya jika ada seorang anak kecil yang membantu menjaga toko milik orangtuanya. Maka, tidak ada salahnya ketika anak kecil tersebut ikut berdagang barang yang ada pada toko kepada pembeli.

Untuk kasus kegiatan perdagangan dengan mesin, bagaimana seseorang bisa mengukur aspek akal sehat ketika sedang bertransaksi? Jawabannya adalah jangan melihat mesin tersebut sebagai pihak yang menjual dagangan. Dalam contoh ini, pihak tersebut adalah perusahaan yang bersangkutan dan menggunakan mesin tersebut sebagai metode pembayaran. Jadi, kegiatan ini tetap sah, ya.

3. Barang dan harga (objek jual beli)

Unsplash

Barang harus memiliki wujud ketika melakukan transaksi atau akad. Kemudian, harga yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak juga harus jelas jumlah nominalnya. Transaksi dapat diserahkan dan dilakukan ketika akad, baik dengan kartu kredit, uang tunai, atau cek. Apabila transaksi dilakukan dengan cara barter atau tukar menukar sesama barang, maka bisa disesuaikan dengan barang yang memiliki kualitas, kuantitas, dan harga yang sepadan. 

Kriteria barang yang dijadikan transaksi tersebut juga harus bermanfaat bagi manusia. Daging babi, minuman keras, dan narkoba tidak boleh diperdagangkan dan sifatnya haram. 

BACA JUGA: Beda Arti, Ini Makna Syafakillah, Syafakallah, Syafahullah dalam Islam

Hukum jual beli online dalam pandangan islam

Unsplash

Di masa kini, perdagangan yang dilakukan secara online merupakan suatu hal biasa dalam masyarakat. Hukum perdagangannya dalam islam adalah halal, selagi memiliki barang dan dibayar secara tunai serta tidak ada unsur penipuan. Hukum perdagangan ini harus diketahui oleh Muslim supaya kegiatan yang dilakukan tidak melanggar aturan dan hukum dari agama.

Kegiatan yang satu ini sudah hampir dilakukan oleh semua kalangan masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan. Hal ini dikarenakan transaksi yang dilakukan sangat mudah, cukup duduk santai saja di rumah dan memiliki internet dan aplikasi penyedia barang, seseorang bisa melakukan transaksi apapun untuk menunjang kebutuhan hidupnya.

Dikutip dari sebuah buku berjudul Jual Beli Online Sesuai Syariah karya Ustadzah Isnawati, disitu disebutkan bahwa transaksi online merupakan kegiatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak tanpa bertemu secara langsung. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan negosiasi, dan dilakukan dengan alat komunikasi seperti telepon, pesan, web, dan sebagainya.

Kegiatan yang satu ini bisa dikategorikan sebagai transaksi tidak tunai. Karena biasanya dalam sistem ini, ketika sudah terjadi suatu kesepakatan antara kedua belah pihak, maka penjual akan meminta untuk dilakukan pembayaran. Setelah itu, barulah barang yang diinginkan oleh pembeli dikirimkan melalui berbagai macam ekspedisi. 

Menurut islam, ada empat jenis jual beli secara umum, tiga diantaranya adalah halal, dan satunya haram.

  • Transaksi semua tunai. Kegiatan ini memiliki sistem pembayaran tunai dan barangnya pun tunai. Contohnya adalah di pasar atau ketika ada seseorang yang berbelanja langsung di toko kelontong terdekat tanpa berhutang. 
  • Transaksi non tunai (kredit), yaitu barangnya tunai, tapi pembayarannya ditangguhkan atau dicicil belakangan sesuai kesepakatan. 
  • Transaksi salam/istishna’. Transaksi ini dilakukan dengan pembayaran tunai dan barangnya ditangguhkan atau belakangan. 
  • Adapun jenis transaksi yang terlarang atau diharamkan secara mutlak adalah utang. Maksudnya pembayarannya tidak tunai dan ditangguhkan. Kemudian, barangnya pun juga ditangguhkan.

Jual beli yang dilarang menurut syariat islam

Unsplash

Selain memiliki beberapa kriteria dalam suatu transaksi, islam juga memiliki persyaratan mengenai jual beli yang dilarang. Transaksi yang dilarang oleh agama bisa merugikan dan melanggar rukun yang sudah ditetapkan sebelumnya. Apabila tetap melakukannya, maka bisa mengakibatkan keharaman pada hasil yang diperoleh. Maka dari itu, Allah SWT berfirman tentang hal ini, yaitu:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”

Transaksi yang bisa dilarang oleh agama dikarenakan beberapa hal, misalnya haram zatnya atau tidak lengkap akadnya, yaitu jika syarat dan rukunnya tidak terpenuhi atau terdapat kekurangan. Supaya lebih jelas, simak rangkuman berikut ini.

1. Transaksi jual beli yang menjauhkan diri dari ibadah

Unsplash

Untuk setiap transaksi jual beli yang dilakukan, jangan pernah melupakan kewajiban manusia untuk menjalankan ibadah kepada Sang Maha Kuasa. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Jumuah ayat 9 sampai 10 yang artinya adalah:

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS Al Jumuah : 9-10). 

Selain itu, Allah SWT juga berfirman dalam Surat An Nur ayat 37 yang artinya: 

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.”

BACA JUGA: Pengertian Qada & Qadar dan Hikmah Mengimaninya Dalam Islam

2. Transaksi barang yang haram

Unsplash

Selain memiliki rukun jual beli dalam islam, ada pula kegiatan transaksi yang dilarang. Salah satunya adalah transaksi barang yang haram, seperti narkoba, barang hasil pencurian, minuman keras, dan lain-lain. 

Jika memperdagangkan hal-hal yang diharamkan, berarti seseorang juga ikut serta menyebarluaskan dan melakukan keharaman di muka bumi. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad)

3. Transaksi jual beli hassath

Unsplash

Rasulullah SAW melarang kegiatan jual beli hassath atau transaksi yang dilakukan dengan menggunakan kerikil yang dilemparkan untuk kemudian menentukan barang apa yang akan dijual. Transaksi ini dilarang karena kegiatannya adalah dengan kerikil yang dilempar. Hal ini membuat pembelinya tidak bisa memilih dan memilah suatu barang sesuai kualitas dan keinginan dari barang yang bersangkutan. Sehingga, ada salah satu pihak yaitu pembeli yang dirugikan dalam kegiatan transaksi ini. 

4. Transaksi jual beli harta riba

Unsplash

Selanjutnya adalah transaksi jual beli harta riba. Kegiatan ini bisa diartikan sebagai tindakan mengambil kelebihan ketika melakukan suatu transaksi dengan tata cara tertentu. Misalnya adalah dengan melakukan pembayaran dengan cara mencicil. Riba sendiri dibagi menjadi empat golongan, yaitu fadl, nasiah, qardh, dan jahiliyah.

“Rasulullah SAW melaknat orang yang makan riba, yang memberi makannya, penulisnya dan dua saksinya, dan beliau bersabda : “Mereka itu sama”. (HR. Muslim). 

Dalam hadits tersebut, dapat kita pahami jika Islam tentunya melarang transaksi dengan riba. 

Bisa disimpulkan bahwa rukun jual beli dalam islam merupakan suatu hal yang cukup kompleks. Maka dari itu, butuh pemahaman yang baik sebelum melakukan transaksi supaya tidak menyebabkan hal yang tidak diinginkan. Semoga Sedulur menjadi lebih teliti lagi setiap bertransaksi agar sesuai dengan syariat, ya. 

Sedulur yang membutuhkan sembako, bisa membeli di Aplikasi Super lho! Sedulur akan mendapatkan harga yang lebih murah dan kemudahan belanja hanya lewat ponsel. Yuk unduh aplikasinya di sini sekarang.

Sementara Sedulur yang ingin bergabung menjadi Super Agen bisa cek di sini sekarang juga. Banyak keuntungan yang bisa didapatkan, antara lain mendapat penghasilan tambahan dan waktu kerja yang fleksibel! Dengan menjadi Super Agen, Sedulur bisa menjadi reseller sembako yang membantu lingkungan terdekat mendapatkan kebutuhan pokok dengan mudah dan harga yang lebih murah.