8 Contoh Cerpen Persahabatan, Penuh Makna & Mesti Dibaca

Cerita pendek atau lebih dikenal sebagai cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang populer di masyarakat. Cerpen banyak digemari karena umumnya menyajikan konflik yang ringan dan disajikan secara ringkas sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk membacanya. Sedulur juga bisa menulis cerpen sendiri dengan berbagai tema, misalnya cerpen persahabatan.

Namun sebelum menulis cerpen sendiri, ada baiknya Sedulur memahami terlebih dahulu pengertian cerpen beserta struktur dan ciri-cirinya. Selain itu, Sedulur juga dapat menyimak contoh cerpen persahabatan sebagai bahan referensi. Berikut informasi selengkapnya yang sudah dirangkum dari berbagai sumber.

BACA JUGA: Pengertian Unsur Intrinsik, Ciri dan Contohnya dalam Cerpen

Pengertian cerpen

cerpen persahabatan
Freepik

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, cerita pendek adalah kisahan pendek yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi atau pada suatu ketika. Umumnya, cerpen disusun kurang dari 10 ribu kata.

Cerpen juga didefinisikan sebagai cerita yang dapat dibaca hanya sekali duduk. Pernyataan ini merujuk pada cerita yang cenderung singkat sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk membaca sebuah cerpen.

Cerpen sendiri biasanya diterbitkan melalui majalah, surat kabar, ataupun media daring seperti website dan blog. Selain itu, ada pula yang menulis cerpen untuk diterbitkan dalam bentuk buku kumpulan cerpen. 

Struktur dan ciri-ciri cerpen

Freepik

Mengutip dari Modul Bahasa Indonesia Kelas XI: Cerita Pendek – Kemdikbud, struktur cerpen terbagi atas lima bagian, sebagai berikut.

  • Orientasi: pengenalan para tokoh dan hubungan antartokoh yang berkaitan dengan cerita.
  • Komplikasi: disajikan peristiwa awal yang turut menjelaskan kronologi suatu masalah.
  • Konflik atau rising action: mulai terjadi konflik yang menyebabkan pertentangan antartokoh.
  • Klimaks atau puncak konflik: disebut sebagai bagian yang paling mendebarkan karena akan menentukan perubahan nasib para tokoh yang terlibat dalam konflik tersebut.
  • Koda atau penyelesaian: bagian akhir cerita yang menjelaskan kondisi para tokoh setelah konflik.

Sementara, berikut adalah beberapa ciri-ciri cerpen yang dapat Sedulur simak.

  • Tidak lebih dari 10 ribu kata.
  • Lebih singkat dibandingkan novel.
  • Hanya memaparkan sebagian cerita dari tokohnya.
  • Merupakan karya fiksi atau rekaan.
  • Hanya satu konflik atau satu kejadian saja yang diceritakan.
  • Biasanya menggunakan alur tunggal dan lurus.

BACA JUGA: Cerpen: Pengertian, Struktur, Ciri-Ciri, Unsur & Contohnya

Contoh cerpen persahabatan 1: Fido, Sahabatku

cerpen persahabatan
Freepik

“Nanti antarkan aku ke Minimarket, ya, Dri?” ujar Fido ketika mereka sedang beristirahat di kantin.

Andri mengangguk, sekaligus agak curiga. Belakangan ini sahabatnya itu sering sekali ke Minimarket di seberang sekolah. Dan besoknya Fido selalu membawa makanan maupun alat tulis baru.

“Uangmu lagi banyak ya, Do?” pancing Andri.

“Dri, untuk punya barang bagus, tidak perlu punya banyak uang,” jawab Fido sambil tersenyum. Andri semakin curiga mendengar ucapan itu. Orang tua Fido memang orang yang mampu. Namun rasanya tidak mungkin juga kalau Fido djijinkan membeli barang-barang dan alat tulis baru setiap har.

Andri jadi teringat. Minggu lalu ia juga menemani Fido ke Minimarket, la melihat Fido hanya membayar sebungkus permen di kasir. Namun di luar Minimarket, Fido mengeluarkan sebuah ballpoint yang cukup mahal dari kantong celananya. Sepulang sekolah, Andri menemani Fido ke Minimarket dengan hati berdebar. Akhirnya kembali ia melihat tindakan Fido yang terlarang.

“Lho! Kok kamu masukkan ke baju, Do?” bisik Andri ketika melihat Figo memasukkan penghapus cair ke balik bajunya.

“Ssst… jangan berisik. Aku sudah biasa kok. Tenang saja, penjaga di sini payah,” sahut Fido tenang.

Andri tak dapat berbuat apa-apa lagi selain cepat-cepat meninggalkan sahabatnya itu dan berpindah ke lorong lainnya. Sementara Fido belum puas dengan barang-barang yang sudah diambilnya. Kini matanya tertuju pada krayon pastel di rak atas. Tanpa ia duga, seorang pria yang berpakaian biasa memperhatikannya sejak tadi. Pria itu melirik gerak-gerik Fido dari ujung lorong sambil berpura-pura memilih barang. Fido menengok ke kanan dan ke kiri. Ketika dirasanya aman, segera ia memasukkan krayon pastel itu ke balik bajunya.

“Hmmm…. lagi-lagi berhasil,” Fido bangga atas aksinya ini.

Ia lalu mengambil sebungkus makanan ringan yang murah dan membawanya ke kasir. Ini taktik Fido agar petugas Minimarket tidak curiga. Namun rupanya penjaga minimarket itu sudah lama curiga pada Fido. Itu sebabnya pria tadi ditugaskan untuk menyamar seperti pembeli biasa. Sebenarnya ia seorang satpam. Ketika Fido akan membayar, tiba-tiba pria tadi tadi menarik tangannya.

“Eeiiit… sini dulu!” kata pria itu sambil memeriksa kantong celana Fido. Di situ ditemukan beberapa bungkus permen. Andri melihat itu dari kejauhan, namun ia takut untuk mendekati Fido. Bisa-bisa ia nanti malah ikut ditangkap.

Muka Fido pucat dan badannya gemetaran saking takutnya. Apalagi orang-orang mulai mengerumuni.

“Apa lagi yang kamu ambil?” hardik pria itu.

“Cuma ini, Pak,” kata Fido, malu pada orang-orang di sekelilingnya.

“Bohong!” pria itu memeriksa badan Fido. Alangkah kagetnya orang-orang di situ ketika bermacam-macam alat tulis berjatuhan dari dalam baju seragam Fido. Betapa malunya Fido.

“Ayo ikut ke kantor!” pria itu memegang tangan Fido. Kali ini Andri tidak bisa lagi diam. la hams tahu sahabatnya itu akan dibawa ke mana.

“Maaf, Pak. Teman saya mau dibawa ke mana?” Andri memberanikan diri.

“Kamu temannya, ya? Ayo ke sini saya periksa!” kata seorang satpam.

“Tidak usah! Anak ini tidak ikut mencuri. Kamu boleh ikut ke dalam,” kata pria yang menangkap , Fido. Rupanya ia memperhatikan Andri yang langsung memisahkan diri dari Fido ketika Fido memulai aksinya.

Di dalam ruangan itu Fido ditanyatanya seperti seorang penjahat di kantor Polisi. Istilahnya diinterogasi. Karena Fido masih di bawah umur dan sudah memohon maaf, kasus itu tidak dilaporkan ke Polisi.

“Berapa nomor telepon rumahmu? Orangtuamu harus diberi tahu,” tanya pria itu.

“Wah, jangan, Pak. Ayah saya bisa marah besar,” Fido mulai menangis sesenggukan. Andri jadi makin tidak tega, akhirnya ia pun ikut bicara.

“Mohon maaf, Pak! Saya rasa teman saya ini tidak akan melakukan perbuatan itu lagi. Jadi Bapak tidak usah memberitahu orang tuanya. Begitu, kan, Do?” Andri mencoba menolong sahabatnya itu.

“Betul, Pak! Saya kapok dan tidak akan mengulangi hal itu,”jawab Fido sambil mengusap matanya yang basah.

“Baiklah kali ini kami maafkan. Tapi kamu harus membuat pernyataan tertulis bahwa kamu tidak berbuat hal itu lagi. Kalau sampai kamu tertangkap lagi, tak akan ada ampun,” kata pria itu dan disetujui oleh teman-temannya.

“Baik, Pak! Saya bersedia,” ujar Fido, lalu membuat surat pernyataan.

“Dri, kamu janji jangan cerita kejadian ini pada siapapun ya,” kata Fido sekeluarnya dari Minimarket.

“Tapi kamu juga harus berjanji tidak akan melakukan perbuatan itu lagi, Do,” jawab Andri serius.

“Aku janji, Dri! Aku tidak akan mengutil barangbarang lagi!” kata Fido.      

Mereka lalu pulang ke rumah masing-masing dengan perasaan lega. Sesuai janjinya, Andri tidak pernah menceritakan kejadian di minimarket itu pada siapa pun juga. Namun ia selalu mengawasi tindakan sahabatnya itu.

Sumber: Bobo

Contoh cerpen persahabatan 2: Me and My Best Friends

Freepik

Bagiku sahabat adalah seseorang yang dapat menghiburku, seseorang yang sangat berarti dalam hidupku, karena sahabatlah orang yang selalu ada untukku. Aku memiliki banyak teman, hampir semua orang di kelasku, ingin berteman denganku, sayangnya mereka hanya memanfaatkan kepintaran dan kebaikanku, mereka berteman denganku untuk membantu mereka mengerjakan PR. Tetapi aku cukup beruntung karena masih memiliki 2 orang sahabat yaitu, Serlina dan Jean.

Perkenalkan, namaku Gwen Amanda, kelas 6 SD, aku merupakan anak yang cukup pintar, karena sering mendapat juara kelas, oleh karena hal itu, banyak temanku yang ingin bersahabat denganku.

“Gwen, aku boleh meminjam bukumu yang ensiklopedia tentang hewan?” tanya Jean, “Tentu,” jawabku sambil mengeluarkan buku ensiklopedia yang berat dari dalam tasku. Saat ini adalah waktu istirahat, Jean dan Serlina duduk dan makan bersama aku.

“Kukembalikan 5 hari lagi, ya, hari Jumat,” kata Jean “Iya, hari apa aja boleh asal jangan rusak, ya,” kataku “Iyaa,” jawab Jean, “Gwen, kamu mendapat buku itu dari mana?” tanya Serlina “Oh, aku mendapat dari ayahku, sebenarnya buku itu sudah agak lama,” jelasku “Ooohh…,” seru Serlina.

Sudah 1 minggu berlalu sejak Jean meminjam buku milikku. “Gwen, bukunya kukembalikan waktu istirahat, ya,” kata Jean, aku hanya mengangguk mengiyakan. “Jean, temani aku ke ruang guru sebentar, ya!” seruku saat istirahat, “Bagaimana dengan Serlina?” tanyanya “Dia lagi mengerjakan tugas yang belum selesai,” jelasku, “Oh, ayo!” kata Jean.

Kami segera berjalan menuju ruang guru. “Ah…,” seru Jean, “Ada apa?” tanyaku dan Serlina, “Bukumu hilang, Gwen!” seru Jean panik, “Kita cari sama-sama, yuk!” ajakku, “Ok,” seru Jean dan Serlina. Tiba-tiba datanglah Jessica, “Serlina mungkin ada di dalam tas kamu, atau di dalam tas kamu Gwen,” kata Jessica, aku segera mengecek tasku, tidak ada. “Ahh…, bukunya ada di dalam tasku,” kata Serlina.

“Kamu mengambilnya?” tanya Jean, aku hanya diam terpaku tidak mungkin sahabat yang sangat kupercayai mencuri buku milikku, “Tidak, aku tidak mencurinya, buku ini tiba-tiba ada di dalam tasku,” seru Serlina, “Bohong, buktinya sudah cukup bukan, sudah jelas ada buku itu di dalam tas milikmu, tidak mungkin tiba-tiba muncul secara sendirinya,” seru Jessica.

“Kamu benar mencurinya?” tanyaku masih tidak percaya, Serlina menggeleng, aku sebenarnya berpikir tidak mungkin Serlina sahabatku tega melakukannya. “Gwen, sahabat pun dapat berkhianat, apalagi sahabat terdekat, masa kamu masih tidak percaya, sudah ada bukti nyatanya,” seru Jessica.

Sejak saat itu, aku dan Jean menjauh dari Serlina, akhirnya ia dijauhi oleh teman-teman yang lain.

Suatu hari, ketika aku berjalan melewati ruang ganti putri, aku mendengar Jessica sedang berbicara dengan sahabatnya, Queency. “Sebenarnya, Queen, kalau buku itu yang mencurinya adalah Vera, aku yang memintanya untuk mengambil dan menaruh buku itu di dalam tas Serlina, aku hanya ingin membalas dendam, pada kejadian waktu itu,” jelas Jessica.

“Jadi, bukan dia?” tanya Queency, “Bukan, tapi janji jangan beritahu siapa-siapa, ya!” pinta Jessica. “Balas dendam, kenapa?” tanya Queency, “Yah, waktu TK, dia pernah melaporkan pada guru kalau aku mendorong temanku,” jelas Jessica, “Biarlah dia sekarang merasakannya,” lanjut Jessica.

BRAK…, kubuka pintu ruang ganti, “Jadi, kamu memfitnah Serlina?” tanyaku pada Jessica “G…Gwenn…,” seru Jessica kaget, “Aku tidak akan melaporkannya pada guru, tetapi kau harus, meminta maaf pada Serlina, dan menjelaskannya pada teman-teman yang lain,” seruku kesal, “Ba…ba…iklah, tapi kau harus janji kalau tidak akan memberitahu kepada guru!” seru Jessica, “Janji,” janjiku.

Sejak saat itu, Serlina kembali diterima oleh teman-temanku, semua teman meminta maaf atas kejadian itu, termasuk Jessica, aku dan Jean karena telah menyalahkannya. Setelah kejadian itu, aku, Serlina dan Jean kembali bersahabat, dan ditambah Jessica dan Queency, “Aku ingin memberikan ini,” kata Jessica sebagai permintaan maaf, ia memberikan sebuah gelang bertuliskan BFF. Dalam hati aku berjanji tidak akan asal menuduh sembarangan.

Sumber: buku Kumpulan Cerpen Karya Anak Bangsa via Kata Data

BACA JUGA: 8 Contoh Cerpen Singkat Motivasi, Persahabatan, Lucu Terbaik

Contoh cerpen persahabatan 3: Bandi dan Badu

Freepik

Ada dua orang sahabat yang bernama Bandi dan Badu. Mereka sama-sama yatim piatu dan tinggal di gubuk yang sama. Suatu hari kedua sahabat itu mendapat pekerjaan dari seorang pedagang sayur besar. Bandi dan Badu bertugas menjajakan sayur-sayur itu ke pelosok desa.

“Besok jam empat pagi, kalian berdua harus sudah berada di sini,” pesan Bapak pedagang sayur itu.

“Baik, Pak!” sahut keduanya serempak.

Di perjalanan pulang, Badu menggerutu.

“Huh! Jam empat pagi. Saat itu orang-orang masih enak tidur. Lalu kita disuruh datang jam empat. Enak saja juragan sayur itu!”

“Tidak begitu sebenarnya,” kata Bandi sabar.

“Pedagang sayur itu walau sudah kaya, sudah bangun sejak jam tiga pagi. Lalu ia menghimpun sayuran dari para petani sayur. Lalu satu jam kemudian menyerahkannya pada para penjaja seperti kita, untuk kemudian kita jual. Nah, kalau ia yang sudah kaya saja masih bekerja keras, apalagi kita yang baru mulai bekerja.”

“Uaaah!” Badu menguap. “Sudah! Sudah! Aku ingin cepat tiba di rumah. Aku ngantuk sekali.”

Ayam berkokok. Bandi segera bangun. Jam bekernya menunjukkan angka setengah empat. Bandi lega ketika tahu ia belum terlambat.

“Badu! Badu bangun, sudah setengah empat!” Bandi membangunkan sahabatnya.

Tapi Badu bergeming. Tampaknya ia masih asyik dengan mimpinya. Bandi membangunkannya dengan lebih ribut. Tapi tak ada hasilnya. Kemudian Bandi mengambil air. Air dipercikkan ke wajah Badu. Tak disangka, Badu sangat marah.

“Pergi sana pengganggu! Orang enak-enak tidur kau ganggu!”

“Kau mau bekerja tidak?” tanya Bandi jengkel.

“Tidak!” semprot Badu marah, lalu bergelung lagi dengan sarungnya.

“Ya sudah kalau tidak!” balas Bandi marah.

Kemudian dengan perasaan tak enak Bandi pergi ke rumah Pedagang sayuran. Ia sebenarnya tak ingin meninggalkan Badu sendirian, tapi apa boleh buat, Badu tukang tidur, sih.

“Mana temanmu?” tanya Bapak Pedagang sayur heran.

“Masih tidur, Pak.”

“Lho, mengapa?” tanyanya heran.

“Tampaknya Badu sakit. Mungkin agak siang dia baru kemari,” sahut Bandi.

Ia sebenarnya tak enak harus membohong seperti itu. Tapi, kan, Badu sahabatnya.

“Ya sudah! Ambil pikulan itu. Kau jajakan ke Desa Mekar. Kalau sayuranmu habis, segeralah kembali!”

“Baik, Pak!” sahut Bandi.

Bandi mulai mengangkat pikulan itu. Berat sekali. Tapi ia harus bisa. Ah, pasti lama-lama juga bisa, katanya dalam hati. Bandi memikul sayuran sambil bernyanyi-nyanyi.

“Sayuuur, sayur segar!” Bandi berteriak-teriak dengan riang.

Sebelum tengah hari Bandi sudah kembali ke rumah pedagang itu. Wajahnya tampak lelah, tapi kelihatan sekali ia gembira.

“Bagaimana?” tanya pedagang sayur itu.

“Habis semua, Pak!” sahut Bandi.

Majikannya tampak senang. Kemudian pedagang sayur itu bercerita, Badu datang jam delapan. la meminta sayuran yang akan dijajakannya. Pedagang itu menyerahkan pikulan sayuran pada Badu. Tapi baru lima langkah dari rumah, Badu sudah kembali dan menyatakan tak sanggup berjualan sayuran. Bandi sedih mendengarnya. Ketika Bandi pulang ke  rumah, ia menasihati sahabatnya. Tapi Badu tidur-tiduran di dipannya. Ketika Bandi menawarinya makanan yang diperolehnya dari hasil kerjanya, Badu tidak sungkan-sungkan memakannya.

Begitulah terus menerus, Bandi yang bekerja keras, Badu turut menikmati hasilnya dengan bermalas-malasan. Bandi sebenarnya sangat kesal, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa karena ia terlalu baik. Tapi rupanya keadaan berubah setelah Bandi dipercaya menjadi pembantu tukang sayur, Bandi tak usah lagi berkeliling menjajakan sayuran. Tugas Bandi adalah menghitung pembukuan usaha tersebut. Rupanya pedagang sayur itu terkesan akan kejujuran dan keuletan Bandi.

“Badu, kita akan segera berpisah,” kata Bandi.

“Lo, mengapa?” Badu terkejut setengah mati.

“Karena aku disuruh untuk pindah ke rumah majikanku. Pekerjaan baru menantiku. Jadi mau tidak mau aku harus pergi dari gubuk ini.”

“Lalu aku bagaimana? Dari mana aku bisa hidup?” teriak Badu.

“Itu terserah kamu. Selama ini aku sudah memberi kesempatan padamu. Tapi kau tak juga berubah. Tetap malas, tetap tukang tidur. Sudah cukup aku menolongmu. Selamat tinggal, Badu!” kata Bandi sambi! mengangkat barang-barangnya.

Badu terdiam sedih. Tapi rupanya Bandi masih memikirkan sahabatnya. Lalu ia menoleh pada Badu.

“Karena kau sahabatku, aku masih mau menolongmu. Tapi itu pun bergantung pada dirimu. Kalau kau butuh pekerjaan, datanglah padaku. Kau bisa mulai menjadi penjaja sayur pikulan, seperti yang pertama kulakukan dulu,” teriaknya.

Lalu Bandi pun pergi meninggalkan Badu yang termenung, menyesali dirinya.

Sumber: Bobo

Contoh cerpen persahabatan 4: Iduladha Bersama Teman-Teman

Freepik

Beberapa hari ini, sekolah sedang ramai perbincangan hari raya kurban. Kata Ustazah, hari raya kurban adalah hari rayanya umat Islam. Hari raya kurban adalah hari raya pemotongan kambing. Aku senang saat hari raya kurban.

Ada banyak sekali kawan-kawan di sekolah. Karena saat hari raya kurban, banyak peristiwa di sekolah kami yang menyenangkan. Biasanya, ustadzah menceritakan hari raya kurban di masa lalu.

Aku dan teman-teman selalu senang mendengarkan beliau cerita. Kata Ustadzahku, dahulu Nabi Ibrahim As sudah tua usianya dan baru dikarunia anak. Namun, sayangnya begitu memiliki anak bernama Ismail, Allah datang lewat mimpi dan menyuruh Nabi Ibrahim menyembelihnya.

Karena Nabi Ibrahim sangat taat pada Allah SWT, akhirnya menceritakan mimpinya pada nabi Ismail. Ismail pun bersedia untuk disembelih. Namun, begitu pisau menyentuh leher Ismail langsung berubah menjadi kambing. Sejak saat itulah dirayakan hari raya kurban.

Ada hal lain yang membuatku senang ketika hari raya kurban.  Salah satunya adalah membeli kambing. Di sekolah kami menabung setiap.hati dan uangnya dikumpulkan. Saat hari raya kurban, uangnya digunakan untuk membeli kambing.

Kami ramai-ramai ke peternakan untuk membeli kambing. Di peternakan ada banyak sekali macam kambing. Kambing-kambing makan rumput dan mempunyai kaki empat. Terkadang, kambing bersuara dan aku sangat senang mendengarnya.

Setelah membeli kambing, kami kembali ke sekolah. Kambing-kambing juga ikut ke sekolah dan keesokan harinya siap disembelih. Aku melihat kambing yang disembelih. Ada banyak darahnya dan bau.

Daging kambing dipisahkan dari kulitnya. Kemudian dibungkus dan dibagi-bagikan ke orang-orang. Aku dan teman-teman ikut membagikan daging kambing. Aku juga ketemu teman baru, namanya Naya. Naya sudah tidak memiliki Ayah dan Ibu.

Tapi, Naya sudah menjadi temanku. Sejak menerima daging dariku dan dibawanya pulang untuk dimasak bersama neneknya, Naya jadi berterima kasih. Sejak saat itu, Naya jadi selalu baik hati. Bahkan ia menolong saat terjatuh.

Nah! Kata Naya, dagingnya disate. Naya senang sekali karena sudah lama tidak makan sate. Kalau aku dagingnya diolah jadi sup. Ibu suka sekali membuatkan aku sup. Saat hari raya idul kurban, Naya ikut ke rumahku dan makan sup bersama.

Sumber: Kumparan

BACA JUGA: 10 Cerita Dongeng Pendek untuk Pengantar Tidur Si Kecil

Contoh cerpen persahabatan 5: Gelang Persahabatan

Cerpen persahabatan
Freepik

Hari ini adalah hari pertama Nala masuk sekolah dasar. Nala tampak muram. Ia merengut ketika Mama memakaikan seragam merah putih.

“Nala tidak mau masuk SD,” keluh Nala.

“Kenapa?” tanya Mama.

Nala menggeleng, “Nala takut. Murid SD nakal-nakal.”

Mama tersenyum, “Lo, Nala, kan, belum mengenal mereka.”

“Tapi muridnya banyak, Mama,” bantah Nala.

“Bukannya malah asyik punya lebih banyak teman?” tanya Mama.

Nala kembali menggeleng, “Malah Nala tidak akan kebagian teman…”

Mama tertawa mendengarnya, “Ah, masa Nala tidak kebagian teman.”

Mama lalu membuka kotak perhiasan, diacungkannya sebuah gelang manik-manik.

“Nah, Mama punya gelang ajaib. Namanya Gelang Persahabatan.”

Mata Nala membesar, “Gelang persahabatan?”

Mama mengangguk, “Pakailah gelang ini. Maka semua orang di sekelilingmu akan menjadi temanmu.”

“Wow! Asyiiik!” Nala melonjak senang.

“Tapi ada satu syarat.  Pemakainya harus selalu tersenyum agar gelang ini bisa tetap ajaib,” tambah Mama.

Nala memakai gelangnya dengan perasaan lega. Ia tidak takut lagi pergi ke sekolah barunya.

Nala melangkah mantap memasuki kelas. Bahkan Mama tidak perlu mengantar sampai ke dalam. Nala melihat sekeliling kelas. Tak satu pun anak dikenalnya. Tiba-tiba ia merasa takut. Namun kemudian Nala ingat akan gelang ajaibnya. “Hai, gelang. Bantu aku,” bisik Nala.

Lalu Nala tersenyum dan menyapa teman-teman barunya.

“Hai! Namaku Nala… Namamu siapa?”  tanya Nala dengan ramah dan penuh percaya diri.

Begitulah… Setiap berjumpa dengan anak baru yang belum dikenalnya, Nala akan menggoyangkan dahulu gelang ajaibnya.  Ia lalu tersenyum dan berkenalan dengan banyak anak. Dalam sekejap, Nala langsung mempunyai banyak teman baru.

“Wah, senangnya kita berteman,” kata Nala sambil tak lepas dari senyum.

“Terima kasih Gelang Persahabatan,” bisik Nala pada gelangnya.

Seminggu telah berlalu. Nala sekarang benar-benar menikmati sekolah barunya. Ternyata SD tidak seseram yang ia bayangkan sebelumnya. Walaupun muridnya banyak, namun semua baik-baik. Tak ada yang nakal pada Nala. Ah, Nala sangat berterima kasih pada Gelang Persahabatan yang telah membantunya.

Pagi itu, Ibu Guru mengajak anak-anak berkeliling sekolah. “Anak-anak, kita akan tur keliling sekolah agar kalian mengenal berbagai tempat di sekolah ini.”

Anak-anak gembira dan mengikuti Ibu Guru. Apalagi ketika sampai di taman sekolah yang indah. Semua murid berlari kegirangan.

Nala tak sadar gelangnya terjatuh. Ia baru tahu ketika sudah sampai di kelasnya kembali. “Aduh, gelangku mana?” seru Nala panik.

Ia takut jika gelangnya hilang, maka teman-temannya tidak mau bersahabat kembali. Nala memandang ke arah teman-temannya. Apakah mereka jadi menjauh? Ternyata tidak!

“Nala, kenapa sedih?” tanya Mia.

Susi juga menghampiri, “Kamu sakit?” tanyanya sambil merangkul bahu Nala.

Ah, teman-teman Nala ternyata masih baik. Mereka juga ikut mencarikan gelang Nala setelah Nala menceritakan gelangnya hilang.

“Ayo, kita keliling mencari. Gelangmu pasti jatuh di sekitar halaman sekolah,” ajak Susi.

Nala memandangi teman-temannya dengan heran. “Kalian masih mau berteman denganku?” tanya Nala.

“Ih, tentu dong. Memangnya kenapa?” tanya Mia heran.

Susi, Mia dan teman-teman yang lain tak mengerti maksud pertanyaan Nala.

“Walaupun aku tak memakai gelang, kalian masih mau berteman denganku?” tanya Nala sekali lagi.

“Ha ha… Tentu saja Nala. Kami berteman denganmu karena kamu baik dan ramah. Bukan karena kamu pakai gelang bagus,” kata Susi.

Mia menambahkan, “Dan kamu juga suka menolong dengan tulus.”

Nala tertegun mendengarnya. Ia kini mengerti, mengapa Mama memberinya gelang itu. Pasti bukan karena gelang itu ajaib. Namun dengan gelang itu, Nala menjadi ramah dan tulus. Itulah resep untuk mendapatkan teman. Bukan dengan memakai Gelang Persahabatan.

“Nala, kok melamun? Ayo, kita cari gelangmu,” ajak Mia.

Nala menggeleng, “Aku tidak butuh gelang itu lagi.”

Teman-temannya memandangi Nala dengan heran. Nala tersenyum lebar lalu merangkul mereka.

Sumber: Bobo

Contoh cerpen persahabatan 6: Perjalanan Menuju Sekolah

Freepik

Pagi itu, cuaca amat cerah, sinar surya menampar jendela kaca kamarku, cahayanya menepis pelupuk mata hingga memaksaku untuk membukanya. Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 06.00.

Perlahan aku berdiri dan menuju kamar mandi, kulihat ibu sedang menyiapkan perbekalan yang akan aku bawa ke sekolah.

Selesai mandi dan mempersiapkan diri, tidak lupa berpamitan dengan ibu, bapak, dan adik, sembari meminta doa agar diberi keselamatan serta kelancaran hingga kembali ke rumah. Terakhir kuucapkan salam setelah mencium kedua tangan mereka.

Aku menuju rumah Tika, teman baikku yang telah berbagi sejuta kisah denganku sejak kecil. Jarak antara rumahku dan rumahnya cukup dekat sehingga bisa kulihat dia telah siap dan kami pun berangkat bersama dengan berjalan kaki.

Jarak rumah kami dengan sekolah pun cukup dekat, sehingga tidak memerlukan waktu lama di perjalanan. Tapi karena beberapa hari terakhir turun hujan yang amat deras, jalanan dan trotoar dipenuhi genangan air sehingga kami harus memperlambat langkah agar tidak terjatuh sekaligus menjaga seragam kali tetap bersih hingga tiba di sekolah.

Sayangnya, kemalangan menimpaku pada perjalanan ke sekolah hari ini. Di tengah perjalanan, sebuah mobil angkutan umum melintas dan berpapasan dengan kami. Tiba-tiba mobil tersebut melewati genangan air sehingga cipratan air mengenaiku yang kebetulan berjalan tak jauh dari genangan tersebut.

Sontak aku dan Tika kaget, apalagi kulihat jam menunjukkan pukul 06.45 yang menandakan tidak lama lagi bel masuk kelas akan berbunyi. Meski bajuku basah oleh cipratan air, aku tidak bisa kembali ke rumah untuk mengganti seragam. Aku sedih, begitu juga dengan Tika saat melihatku.

Namun, tiba-tiba saja, Tika mengeluarkan selembar kain dari dalam tasnya dan memberikannya kepadaku.

“Nih, kamu pakai kain ini aja buat lap-in baju kamu, gapapa kok, pakai aja, biar baju kamu kering dan bersih lagi,” ujar Tika sembari tersenyum.

Akhirnya kain tersebut aku pakai hingga bersihlah seragamku, tapi kain yang diberikan Tika menjadi kotor. Aku merasa sangat bersalah dan benar-benar memberatkan dia. Apalagi kain bersih tersebut akan digunakan untuk menutupi mulutnya karena ternyata dia dalam keadaan batuk dan flu.

“Makasih banyak ya, Ka, kamu memang teman terbaik yang pernah aku kenal, aku gak bakal ngelupain semua kebaikanmu. Semoga kita tetap bersahabat sampai kapan pun,” ujarku sambil menatapnya.

“Udahlah Rin, kamu sahabat baikku sejak kecil, kita telah melalui semuanya bersamaan, enggak mungkin dong aku biarin kamu ke sekolah dengan pakaian kotor seperti tadi. Yuk, berangkat lagi,” ujarnya sambil tersenyum.

Setelah selesai mengobrol, aku dan Tika melanjutkan perjalanan dengan lebih berhati-hati agar tidak terciprat genangan air hujan lagi.

Sumber: Bola.com

BACA JUGA: Cerita Gajah dan Semut untuk Dongeng Tidur Si Kecil!

Contoh cerpen 7: Rahasia Nana dan Pak Win

Freepik

Keluarga Pak Bambang baru dua hari pindah ke rumah baru. Anak tunggal mereka, Nana, karena belum mempunyai teman, terpaksa bermain sendiri di halaman rumah. Nana baru berumur 5 tahun.

Bosan bermain sendiri, Nana berjalan mengitari rumahnya. Ketika melewati halaman belakang, Nana menemukan sebuah rumah terbuat dari papan. Nana segera mendekati rumah itu.

“Kreeek!!” la membuka pintu yang tak terkunci itu. Ternyata rumah papan itu adalah sebuah gudang. Di dalamnya terdapat kursi rusak, tangga bambu, gulungan selang, sepeda rusak, dan beberapa kardus besar.

Nana mendekati sebuah kardus yang terletak di lantai. Kardus ini sudah jelek dan agak basah. Tampaknya atap gudang yang bocor yang membasahi kardus itu. Ingin tahu isinya, Nana segera membuka kardus itu.

“Boneka-boneka!!” seru Nana kegirangan seperti baru menemukan harta karun. Segera ia mengeluarkan isi kardus itu satu persatu. Ada boneka panda, boneka kelinci, boneka kucing. Sayang, semuanya sudah jelek kena air hujan.

“He, boneka ini masih bagus!” seru Nana tiba-tiba ketika melihat sebuah boneka anak perempuan yang terbuat dari kain.

Rambut boneka itu terbuat dari benang wol yang dikepang. Bola matanya besar dan dapat bergerak-gerak.

Boneka itu adalah satu-satunya boneka yang masih bagus, karena terbungkus rapi dengan plastik. Nana langsung menyukai boneka itu.

“Mulai nanti malam, kau temani aku tidur, ya,” ucap Nana.

Tiba-tiba boneka itu tersenyum. Nana sangat terkejut. la segera lari menjumpai Mama.

“Boneka ini tadi tersenyum, Ma. Nana tidak bohong,” Nana meyakinkan Mama.

Mama tersenyum sambil membelai kepala anaknya. Melihat senyum Mama, Nana yakin Mama tidak percaya pada ceritanya.

Keesokan harinya, Nana bermain dengan bonekanya di bawah pohon mangga di halaman. Tiba-tiba, ia melihat seorang bapak menyapu di halaman rumahnya. Nana segera menemui Mama.

“Itu Pak Win, tukang kebun kita,” ujar Mama. “Dulu Pak Win bekerja pada keluarga Budianto, pemilik rumah ini dulu.”

Nana lalu berlari menghampiri Pak Win. “Selamat pagi, Pak Win, “sapa Nana.

“Eh… selamat pagi. Non Nana, ‘kan?” ucap Pak Win ramah. Nana mengangguk sambil tersenyum. Tiba-tiba, Pak Win memperhatikan boneka yang dipegang Nana.

“Boneka Non Nana sama persis dengan boneka kesayangan Non Prita,” ujar Pak Win.

“Prita itu siapa, Pak?” tanya Nana.

“Anak tunggal Bapak dan Ibu Budianto,” jawab Pak Win pelan.

“Boneka ini pasti milik Prita. Saya menemukannya di gudang kemarin. Kok, tidak ikut dibawa ke Magelang? Ketinggalan kali ya?” tanya Nana bertubi-tubi.

“Non Prita menamakan boneka itu Tia,” ucap Pak Win terburu-buru, lalu pergi tanpa menjawab pertanyaan Nana.

Suatu hari, Nana bermain-main dengan Tia di halaman. Tiba-tiba ia melihat tangga bambu tersandar di pohon mangga. Rupanya, Pak Win lupa menyimpan kembali tangga itu sehabis memetik mangga.

“Aku mau memanjat pohon mangga, ah,” pikir Nana. “Mama selalu melarang aku memanjat pohon. Tapi, aku ingin sekali. Tia, kamu tunggu di bawah, ya,” kata Nana pada Tia.

Mata Tia yang bulat sepertinya melarang Nana untuk memanjat. Tapi, Nana tidak mempedulikannya. la pun mulai menaiki anak tangga itu satu persatu.

Sambil terus menaiki tangga, tangan Nana menggapai-gapai berusaha meraih buah mangga yang berada di atas kepalanya.

Tiba-tiba… ada benda-benda yang merayap di betis, lengan, dan pipinya.

“Semut-semut besar!” seru Nana lalu sibuk mengusir semut itu. Tapi, semut-semut itu cukup banyak. Nana jadi kelabakan. la pun kehilangan keseimbangan.

“Aahh….” Bum!! Nana jatuh dari tangga.

Ketika sadar kembali, Nana sudah berada di kamarnya. Mama duduk di tepi tempat tidur sambil mengompres dahinya.

“Jangan banyak bergerak dulu, Na. Tadi Pak Dokter sudah memeriksamu. Katanya, Nana tidak apa-apa. Tapi, harus banyak istirahat,” kata Mama lembut.

“Maafkan Nana, Ma!” ucap Nana sedih.

Mama mengangguk sambil tersenyum. “Jangan diulangi lagi, ya!” Nana mengangguk.

Ketika Mama keluar, Nana melihat Tia ada di sampingnya.

“Lho… Tia. Kau menangis?” Nana sangat heran ketika dari sudut mata Tia menetes air mata. Ia ingin berteriak memanggil Mama, tapi, segera ia urungkan. “Mama pasti tidak percaya!”

Setelah kejadian itu berulang kali terjadi, Nana berkesimpulan. Setiap kali Nana berbuat nakal atau terluka, Tia pasti menangis. Tia seakan-akan tahu apa saja yang dilakukan Nana.

Lama kelamaan, Nana tidak tahan lagi menyimpan rahasia itu. la ingin sekali menceritakan hal tersebut pada seseorang.

“Pada Mama tidak mungkin. Pada Papa, apalagi,” gerutu Nana. Tiba-tiba Nana teringat pada Pak Win. “Pak Win mungkin tahu mengapa Tia menangis setiap kali aku berbuat nakal.”

Keesokan harinya, sambil menggendong Tia, Nana menghampiri Pak Win yang sedang menggunting rumput.

“Pak Win, Nana punya rahasia. Tapi Pak Win janji, ya, tidak menceritakan pada siapa pun,” ucap Nana berbisik-bisik.

“Ya, ya. Pak Win janji,” ujar Pak Win. Pak Win dan Nana lalu duduk di atas rumput. Nana pun mulai bercerita tentang Tia.

“Pak Win, kenapa ya Tia suka menangis?” tanya Nana.

“Mungkin Tia tidak suka jika pemiliknya nakal. Dan ….”

“Dan apa, Pak Win?” tanya Nana penasaran.

“Eeh … Pak Win juga punya rahasia. Non juga janji tidak akan cerita pada siapa-siapa, ya,” ucap Pak Win.

Nana mengangguk serius. Dengan sedih Pak Win mulai bercerita bahwa Prita sudah meninggal. Prita memang agak nakal. la suka memanjat pohon mangga, walau sudah dilarang oleh ibunya.

Suatu hari Prita jatuh dari pohon mangga sehingga dibawa kerumah sakit. Sayang, jiwanya tidak tertolong. Bapak dan Ibu Budianto sangat sedih.

Mereka lalu pindah ke Magelang dan meninggalkan semua mainan Prita di gudang. Karena setiap kali melihat mainan Prita, mereka sangat sedih.

Pak Win lalu bercerita bahwa ia juga pernah melihat Tia menangis, yakni ketika Prita dibawa ke rumah sakit. Namun, peristiwa aneh itu tidak ia ceritakan pada Bapak dan Ibu Budianto. Sebab ia yakin, mereka tidak akan percaya pada ceritanya.

“Tia kini mempunyai pemilik baru. Rupanya, Tia takut kehilangan pemiliknya lagi. Itu sebabnya ia menangis jika Non Nana berbuat nakal,” ucap Pak Win panjang lebar. Nana mengangguk mengerti.

“Pantas Tia menangis waktu aku jatuh dari pohon, jatuh di kamar mandi. Rupanya, Tia takut kehilangan aku.” Nana lalu memeluk Tia erat-erat.

“Tia, Nana berjanji tidak akan nakal lagi. Nana tidak akan membuat Tia menangis lagi,” janji Nana pada Tia.

Air mata Pak Win menetes, karena terharu mendengar janji Nana. Seperti Tia, Pak Win juga tidak ingin lagi kehilangan majikan kecilnya.

Sejak saat itu, Nana memang tidak nakal lagi. la selalu mendengar nasihat Mama dan Papa.

Mama dan Papa Nana heran sekali melihat perubahan sikap Nana. Tetapi, rahasia tentang Tia hanya diketahui oleh Nana dan Pak Win.

Sumber: Bobo

Contoh cerpen 8: Persahabatan yang Tak Pernah Luntur

Freepik

Surat ini kutuliskan untuk sahabatku yang bernama Jasmine yang sudah berpindah ke luar kota. Dengan ditulisnya surat ini, aku berharap agar persahabatan kita terus terjaga walaupun dipisah jarak yang cukup jauh.

Kisah persahabatanku dengan Jasmine dimulai sejak kami masuk SMP. Pada saat itu, aku dan dia baru berkenalan ketika aku ingin pingsan di jam olahraga. Sebelum pingsan, Jasmine bertanya kepadaku, 

“Kamu terlihat lemas, apakah perlu kupanggil guru agar segera dibawa ke UKS?”

Aku yang berusaha untuk tetap kuat kemudian menjawab, “tidak perlu, aku masih kuat untuk mengikuti jam olahraga.”

Jasmine yang merasa kalau diriku benar-benar sedang tidak sehat, kemudian memanggil guru untuk memberitahukan bahwa Putri sepertinya akan pingsan. Tanpa berlama-lama, guru olahraga segera membawa Putri ke ruangan UKS agar bisa beristirahat. Setelah masuk ke ruang UKS, aku merasa sudah lebih baik dan tahu kalau penyebab ingin pingsan adalah karena belum sarapan di pagi hari.

Sesampainya kembali ke kelas, aku sangat berterima kasih kepada Jasmine karena sudah memberitahukan kepada guru kalau aku bisa saja pingsan. Tanpa Jasmine, mungkin aku akan pingsan. Kami berdua pun pulang bersama naik angkutan umum yang sama karena tanpa diduga rumah kami searah.

Tiga tahun sudah aku dan Jasmine memiliki tali persahabatan dan kami selalu berbagi cerita sedih atau bahagia. Setelah kami berdua lulus dari SMP, Jasmine bersama orang tuanya pindah ke luar kota. Mendengar kabar itu, aku sedih karena akan sulit untuk bertemu langsung dengan Jasmine. Meskipun sudah alat komunikasi canggih, tetapi rasanya akan kurang kalau tidak bisa berbagi cerita secara langsung.

Tak terasa juga, aku sudah hampir selesai menempuh pendidikan SMA, sehingga aku berinisiatif untuk menulis surat kepada Jasmine. Pada bagian akhir surat itu, aku menulis, “apakah kita bisa bertemu kembali di universitas yang sama?”

Sumber: Sonora

Demikian tadi contoh-contoh cerpen persahabatan yang dapat Sedulur baca sebagai hiburan di waktu luang. Selain itu, Sedulur juga bisa menyimak contoh-contoh cerpen tersebut sebagai bahan referensi untuk menulis cerpen sendiri.

Dalam artikel ini juga telah dipaparkan definisi, struktur, dan ciri-ciri cerpen untuk menambah wawasan Sedulur. Nah, apakah kini Sedulur sudah siap untuk menulis cerpen sendiri?

Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar.

Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah.