Apakah Sedulur pernah mendengar tentang Peristiwa Tanjung Morawa? Tragedi berdarah yang terjadi pada 16 Maret 1953 silam ini menjadi catatan kelam sejarah Indonesia. Tepatnya berkaitan dengan masalah agraria di mana kala itu terjadi konflik antara aparat dengan masyarakat hingga menimbulkan jatuhnya korban jiwa.
Nah, agar Sedulur dapat lebih memahami sejarah Peristiwa Tanjung Morawa, berikut Super telah merangkum informasi lengkapnya. Mulai dari sejarah, latar belakang, tokoh yang terlibat, hingga dampaknya. Yuk, langsung disimak!
BACA JUGA: Sejarah Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan Tujuannya
Sejarah Peristiwa Tanjung Morawa
Dihimpun dari berbagai sumber, Peristiwa Tanjung Morawa merupakan tragedi berdarah yang terjadi pada 16 Maret 1953 atau pada masa demokrasi liberal setelah dibubarkannya Republik Indonesia Serikat (RIS). Tragedi yang dipicu oleh konflik agraria atau sengketa tanah ini terjadi di Desa Perdamaian, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Namun saat peristiwa itu terjadi, wilayah tersebut masih bernama Provinsi Sumatera Timur.
Peristiwa Tanjung Morawa yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa menjadi catatan kelam untuk Kabinet Wilopo yang berkuasa saat itu. Bahkan, peristiwa itu juga disebut sebagai salah satu penyebab jatuhnya kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri (PM) Wilopo tersebut.
Tokoh dan organisasi yang terlibat
Dilansir Kompas.com, terdapat sejumlah tokoh dan organisasi yang terlibat dalam tragedi ini, di antaranya sebagai berikut.
- Perdana Menteri (PM) Wilopo
- Barisan Tani Indonesia (BTI)
- Partai Komunis Indonesia (PKI)
BACA JUGA: Sejarah Lahirnya Sumpah Pemuda Beserta Makna & Tokohnya
Latar belakang Peristiwa Tanjung Morawa
Peristiwa Tanjung Morawa dilatarbelakangi oleh adanya konflik agraria berupa sengketa tanah di Tanjung Morawa, Sumatera Timur yang kini dikenal sebagai Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Peristiwa bermula dari rencana pemerintah untuk membuat sawah percobaan bagi masyarakat di lahan bekas kebun tembakau.
Pemerintah yang saat itu dipimpin oleh Kabinet Wilopo mengirim Menteri Dalam Negeri Mohammad Roem untuk melakukan pengosongan bekas lahan tembakau. Namun lahan tersebut rupanya sudah digarap oleh sebagian masyarakat, penggarap liar, hingga imigran gelap.
Lahan seluas 255 ribu hektare itu diketahui merupakan perkebunan kelapa sawit, teh, dan tembakau yang menurut konsesi merupakan milik perusahaan Belanda, Deli Planters Vereniging (DPV) sebelum Perang Dunia II. Lahan tersebut menjadi sengketa setelah kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) menyatakan bahwa Indonesia mendapat pengakuan kemerdekaan dengan syarat mengembalikan lahan tersebut kepada para investor asing. Oleh sebab itu, pemerintah memerintahkan Gubernur Sumatera Timur, A. Hakim melalui Menteri Dalam Negeri Mohammad Roem untuk mengosongkan lahan tersebut.
BACA JUGA: Mengenal Sejarah Toko Kelontong di Indonesia
Puncak Peristiwa Tanjung Morawa
Sebagai upaya untuk mengosongkan lahan, pemerintah memberikan tawaran ganti rugi termasuk menyediakan lahan pertanian baru. Namun negosiasi antara pemerintah dan masyarakat setempat ternyata berlangsung alot. Hal itu disebut dikarenakan adanya campur tangan Barisan Tani Indonesia (BTI), organisasi tani yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Gagalnya upaya negosiasi yang dilakukan pemerintah dengan masyarakat akhirnya berakhir dengan penggusuran secara paksa. Tepatnya pada 16 Maret 1953, pemerintah mengirim sejumlah alat berat dengan dikawal aparat kepolisian termasuk pasukan Brigadir Mobile (Brimob).
Penggusuran secara paksa ini ditanggapi dengan perlawanan oleh masyarakat setempat. Tak hanya itu, kelompok BTI juga menyiapkan massa di sejumlah titik untuk melawan aparat. Akibatnya, bentrokan antara aparat dan masyarakat pun tidak bisa dihindari hingga menyebabkan jatuhnya korban. Menurut catatan sejarah, setidaknya 20 orang menjadi korban dengan lima di antaranya meninggal dunia dalam peristiwa itu.
BACA JUGA: Sejarah Induk Organisasi Senam Indonesia atau PERSANI
Dampak peristiwa Tanjung Morawa
Tragedi berdarah di Tanjung Morawa tidak hanya mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Sebab, bentrokan itu juga menjadi sorotan parlemen dengan dikeluarkannya mosi tidak percaya terhadap pemerintahan PM Wilopo oleh Sidik Kertapati dari Sarekat Tani Indonesia (SAKTI).
Kala itu, Kabinet Wilopo disebut menyalahi aturan terkait sengketa lahan yang terjadi di Tanjung Morawa. Hal ini akhirnya membuat pemerintahan yang dipimpin oleh PM Wilopo menjadi goyah.
Hingga pada 2 Juni 1953, PM Wilopo menyerahkan mandat kabinetnya kepada Presiden Soekarno. Penyerahan kembali mandat tersebut kemudian ditanggapi dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 99 Tahun 1953 tertanggal 3 Juni 1953.
BACA JUGA: 18 Tokoh Pahlawan Nasional Indonesia dan Sejarah Perjuangannya
Sekilas tentang Kabinet Wilopo
Untuk menambah wawasan Sedulur, berikut ini Super telah merangkum informasi singkat tentang Kabinet Wilopo yang dihimpun dari laman resmi Sekretariat Kabinet RI.
- Presiden: Ir. Soekarno
- Wakil Presiden: Drs. Mohammad Hatta
- Perdana Menteri: Mr. Wilopo
- Wakil Perdana Menteri: Prawoto Mangkusasmito
- Jumlah Kementerian: 16
Susunan menteri
- Menteri Luar Negeri: Mr. Wilopo (diberhentikan 29 April 1952) dan Mukarto (diangkat pada 29 April 1952)
- Menteri Dalam Negeri: Mohammad Roem
- Menteri Pertahanan: Sri Sultan Hamengkubuwono IX (berhenti 2 Juni 1953) dan Wilopo (diangkat 2 Juni 1953)
- Menteri Kehakiman: Lukman Wiradinata
- Menteri Penerangan: Arnold Mononutu
- Menteri Keuangan: Sumitro Djojohadikusumo
- Menteri Pertanian: Mohammad Sardjan
- Menteri Perekonomian: Sumanang
- Menteri Perhubungan: Djuanda
- Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga: Suwarto
- Menteri Perburuhan: Iskandar Tedjasukmana
- Menteri Sosial: Anwar Tjokroaminoto (berhenti 9 Mei 1953) dan Pandji Suroso (diangkat 9 Mei 1953)
- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: Bahder Djohan
- Menteri Agama: Fakih Usman
- Menteri Kesehatan: Johannes Leimena
- Menteri Urusan Pegawai: Pandji Suroso (diberhentikan 11 Mei 1953)
Demikian tadi informasi mengenai Peristiwa Tanjung Morawa yang terjadi pada masa Kabinet Wilopo. Semoga informasi ini dapat menambah wawasan Sedulur mengenai sejarah Indonesia khususnya di masa pasca proklamasi kemerdekaan.
Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar.
Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah.