Beberapa waktu terakhir masyarakat di Indonesia, khususnya di Yogyakarta sedang dihebohkan dengan fenomena kekerasan jalanan bernama klitih. Bahkan, istilah ini semakin membuat suasana mencekam lantaran masyarakat yang menjadi korban tak hanya mengalami luka tapi juga ada yang meninggal dunia.
Pihak kepolisian pun sampai harus melakukan patroli secara rutin untuk mencegah fenomena ini memakan banyak korban. Pasalnya, pola serangan klitih dilakukan secara acak dan bisa menimpa siapa saja.
Bila Sedulur penasaran apa itu klitih sampai-sampai menjadi fenomena kekerasan baru di tengah masyarakat? Yuk, ikuti ulasan lengkapnya di bawah ini.
BACA JUGA: Cyber Crime: Pengertian, Jenis Jenis & Cara Mencegahnya
Apa itu klitih?
Fenomena klitih di Jogja terus mendapatkan perhatian masyarakat. Hal ini setelah munculnya korban meninggal akibat aktivitas tersebut.
Klitih adalah perilaku agresif seseorang atau kelompok yang dilakukan sengaja untuk bisa melukai orang lain. Dalam beberapa kejadian, klitih selalu identik dengan kenakalan remaja karena sebagai besar pelaku masih dibawah umur atau tergolong anak-anak muda.
Sementara itu menurut Ahmad Fuadi, Titik Muti’ah, dan Hartosujono dalam penelitiannya berjudul Faktor-Faktor Determinasi Perilaku Klitih, istilah klitih dimaknai sebagai kegiatan kelompok pelajar berkeliling di jalanan untuk mencari pelajar sekolah lain yang dianggap sebagai musih. Jadi tidak jarang jika istilah ini begitu erat dengan masalah geng sekolah maupun geng pelajar di Jogja.
Asal usul klitih
Melihat sentimen negatif yang melekat pada istilah klitih. Tentu Sedulur penasaran, seperti apa asal usul kata ini sampai bisa menjadi istilah yang menyeramkan bagi masyarakat.
Bila dilihat dari segi bahasa seperti yang ada pada Kamus Bahasa Jawa SA Mangunsuwito, asal kata kliteh diambil dari kata ulang klitah-klitih. Kata ini sendiri memiliki arti berjalan bolak-balik seperti kebingungan.
Asal usul klitih itu pun dibenarkan oleh Pakar Bahasa Jawa yang juga Guru Besar Universitas Sanatha Dharma Yogyakarta, Pranowo. Dia mengatakan bahwa istilah klitih berasal dari klitah-klitih yang merupakan dwilingga salin suara atau kata ulang berubah bunyi.
Sementara itu, Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito menjelaskan sejara klitih sebenarnya berasal dari istilah bahasa Jawa yang sudah digunakan sejak dulu.
Dia menjelaskan kliteh dalam bahasa lokal pada masa lalu bermakna sebagai aktivitas masyarakat keluar di jalan pada malam hari untuk menghilangkan kepenatan.
Istilah ini sendiri memiliki makna positif sebelum akhirnya digunakan sebagai identitas para pelaku kejahatan jalanan untuk menjalankn aksinya.
“Dulu hanya bermakna mengisi waktu luang. Seperti tanda kutip tidak ada pekerjaan kemudian nglitih,” jelas Arie seperti dikutip dari Kompas.
BACA JUGA: Norma: Pengertian, Jenis, Fungsi & Contohnya
Jadi kelompok kekerasan
Meskipun pada awalnya asal usul klitih tidak memiliki makna negatif, kini ini menjadi kata yang cukup membuat masyarakat menjadi waswas. Apalagi klitih di Jogja sudah memakan banyak korban dalam beberapa tahun kebelakang.
Pergeseran makna kliteh menjadi sebuah tindakan kriminalitas dan anarkis ini tidak lepas dari banyaknya masalah sosial yang terjadi khususnya pada para pelajar dan remaja. Masalah ini bisa terjadi dari keluraga, beban di sekolah, adanya stigmanisasi buruk dari lingkungan, kurangnya ruang ekspresi, dan banyak lagi.
Kliteh juga sangat identik dengan geng sekolah. Geng ini menjadi awal mula istilah klitih yang kini banyak membuat resah masyarakat karena para pelakunya tidak segan untuk melakukan kekerasan dengan benda tajam hingga menyebabkan hilangnya nyawa.
Geng sekolah atau geng klitih adalah masalah yang sebenarnya sudah ada sejak lama di Jogja. Bila dilihat, geng sekolah mulai melakukan aktivitas kenakalan remaja sejak tahun 2000-an. Namun, saat itu para pelajar hanya melakukan tawuran karena gesekan di sebuah ajang perlombaan.
Pada medio 2010, aktivitas geng sekolah semakin meningkat. Tak hanya terlibat bentrok dalam sebuah tempat perlombaan seperti futsal atau basket. Para pelajar dan anak remaja saat itu juga mulai berkeliling mencari pelajar lain yang dianggap sebagai musuhnya. Kegiatan ini sempat menjadi perhatian pemerintah dan pihak kepolisian hingga akhirnya bisa diredam dalam beberapa tahun.
Namun, menurut laporan pihak kepolisian, geng sekolah yang dahulu sempat marak di Jogja kini sudah berevolusi menjadi geng klitih. Mereka mulai melancarkan aksi kekerasan jalanan secara acak dan tidak melihat siapa yang dilukai. Untuk itu, pihak kepolisian pun sudah menyiapkan beberapa langkah preventif dengan melakukan patroli rutin di jam rawan klitih.
BACA JUGA: Pergaulan Bebas: Pengertian, Penyebab, & Cara Mencegahnya
Penyebab menurut Ahli
Klitih di Jogja juga menjadi sorotan dari Ahli Kriminologi, Dr. Aroma Elimina Martha, S.H., M.H.. Dia melihat kejadian dan fenomena kejahatan klitih disebabkan oleh 4 faktor. Berikut ini faktor yang menyebabkannya:
- Keterikatan atau attachment. Faktor pertama ini menjadi salah satu unsur terkuat munculnya kejahatan jalanan para anak muda. Menurut Aroma, keterikan pelaku klitih dengan sekolah atau keluarga yang rendah membuat anak tidak terpantau. Hal ini akhirnya menjadi pemicu anak melakukan hal negatif tanpa terpantau orang tua dan pihak sekolah.
- Komitmen atau commitment. Komitmen anak remaja pada sebuah hal yang menurutnya menarik dan menantang menjadi faktor selanjutnya. Hal ini tidak lepas dari pola pikir melihat kedepan dari anak muda yang masih belum matang, sehingga mereka lebih mudah terpengaruh dan berkomitmen pada hal-hal yang ternyata kegiatan negatif.
- Keterlibatan atau involvement. Faktor ini merupakan keterlibatan masyarakat yang ikut melemah dalam memantau aktivitas para remaja di lingkungan sosial. Banyak masyarakat yang mulai acuh dan tidak peduli pada aktivitas menyimpang yang mungkin dilakukan para pelajar.
- Keagamaan atau belief. Budi pekerti baik yang luhur biasanya menjadi pelajaran utama dalam sebuah agama. Namun, semakin melemahnya pengaruh organisasi masjid dalam menggaet anak muda juga turut menambah pelik masalah klitih.
Aroma menilai, perlu adanya sinergitas antara masyarakat, keagamaan, dan orang tua agar masalah kejahatan ini bisa terselesaikan.
Masyarakat juga harus mulai mengikut sertakan anak-anak dan menyediakan sarana agar mereka bisa menyalurkan hobi kepada hal yang lebih positif sehingga tidak ada waktu untuk melakukan klitih. Apalagi berdasarkan data kepolisian, hampir sebagian besar pelaku klitih adalah anak dibawah umur.
Apa yang harus dilakukan jika ada klitih?
Tentu adanya kejahatan ini membuat masyarakat khawatir. Namun, bila Sedulur berada dalam situasi tersebut maka jangan panik dan berusaha mencari tempat berlindung yang aman terlebih dahulu. Lalu bila sudah ditempat yang aman maka bisa melakukan kontak kepada pihak yang berwajib agar bisa ditindak lanjuti. Berikut ini beberapa nomor telepon yang bisa dihubungi jika melihat klitih:
- Polda DIY – 0274 884 444
- Polres Sleman – 0274 868 424
- Polresta Yogyakarta – 0274 512 940
- Polres Kulon Progo – 0274 773 185
Kejatahan jalanan seperti klitih memang jadi hal yang sangat meresahkan belakangan ini. Fenomena kenakalan remaja ini memang sudah tidak bisa ditolerir lagi karena para pelaku klitih sudah tidak hanya melukai korban, tapi juga menyebabkan nyawa melayang.
Semoga pihak kepolisian dan yang berwajib bisa memutus mata rantai kejahatan ini sehingga masyarakat bisa merasa aman ketika berada di jalan.