Semenjak adanya pandemi Covid-19, terdapat beberapa kewajiban berdasarkan kontrak harus ditinjau kembali dengan menilai dampaknya. Istilah ini lebih dikenal dengan force majeure yang dalam bahasa Indonesia berarti keadaan kahar. Istilah ini merujuk pada sebuah kondisi atau efek yang tidak dapat diantisipasi atau dikendalikan.
Dari perspektif kontrak bisnis maupun kerja sama perusahaan, klausul force majeure memberikan penangguhan hukuman sementara kepada pihak dari melakukan kewajibannya berdasarkan pada kontrak setelah terjadinya peristiwa yang tidak dapat dikendalikan oleh para pihak. Untuk lebih memahaminya, simak penjelasan mengenai pengertian dan syarat force majeure di bawah ini!
BACA JUGA : Apa itu Monetisasi? Pengertian, Tips dan Keuntungannya
Apa itu Force Majeure?
Force majeure adalah istilah Perancis yang secara harfiah berarti kekuatan yang lebih besar. Secara umum, sejumlah peristiwa dapat digolongkan ke dalam force majeure selama mereka terjadi tanpa terduga, terjadi di luar kuasa pihak-pihak yang terkait, dan tidak dapat dihindari. Force majeure merupakan klausul yang termasuk dalam kontrak yang dapat menghapus tanggung jawab atas bencana alam yang tidak dapat dihindari serta mengganggu jalannya peristiwa yang diharapkan dan mencegah pihak terkait memenuhi kewajiban.
Suatu peristiwa yang tidak dapat dimintai pertanggung jawaban oleh pihak manapun, seperti angin topan atau angin puting beliung. Akan tetapi, hal ini juga mencakup tindakan manusia, seperti adanya konflik bersenjata. Secara umum, untuk suatu peristiwa yang masuk dalam kategori ini tentunya harus tidak terduga, di luar pihak-pihak dalam kontrak, dan tidak dapat dihindari.
Dalam klausul force majeure dalam kontrak umumnya akan mencakup semua daftar lengkap peristiwa seperti bencana alam, perang, terorisme, gempa bumi, angin topan, tindakan pemerintah, ledakan, kebakaran, wabah penyakit, epidemi atau daftar para pihak yang menceritakan peristiwa force majeure. Konsep ini berasal dari hukum perdata Perancis. Sedangkan, dalam sistem common law, seperti di Amerika Serikat dan Inggris, klausula force majeure dapat diterima tetapi harus lebih eksplisit mengenai peristiwa yang akan memicu klausa tersebut.
Force Majeure yang sering kali dialami di antaranya berupa, tanah longsor, banjir, angin topan, badai gunung meletus, epidemik, keadaan perang maupun konflik bersenjata, kerusuhan, pemberontakan, terorisme, sabotase, kudeta militer dan lain sebagainya. Menurut pengertian dari KBBI, force majeure dikenal dengan keadaan kahar. Hal ini berbeda dari kamus bahasa Prancis yang mengartikannya sebagai kekuatan yang lebih besar. Klausul ini wajib tercantum dalam perjanjian pokok guna mengantisipasi adanya hal-hal yang dapat terjadi dan berpotensi menjadi konflik bagi para pihak yang bersangkutan.
BACA JUGA : Marketing Plan: Pengertian, Unsur, Contoh & Cara Membuatnya
Force Majeure dalam hukum Indonesia
Ketentuan mengenai force majeure diatur dalam pasal 1244 KUHPerdata dan pasal 1245 KUHPerdata. Berikut adalah kutipannya yang dapat Sedulur pahami.
Pasal 1244
“Jika ada alasan untuk itu, si berutang harus dihukum mengganti biaya, rugi, dan bunga apabila ia tak dapat membuktikan, bahwa hal tidak atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perikatan itu, disebabkan suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk tidaklah ada pada pihaknya.”
Pasal 1245
“Tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya“.
Dalam ketentuan ini, ada 5 hal yang menyebabkan debitur tidak dapat melakukan penggantian biaya, kerugian, dan bunga, yakni:
- Terjadi suatu peristiwa yang tidak terduga (tidak termasuk dalam asumsi dasar dalam pembuatan kontrak)
- Peristiwa yang terjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan pada pihak debitur
- Peristiwa yang terjadi di luar kesalahan pihak debitur
- Peristiwa yang terjadi di luar kesalahan para pihak yang terkait
- Tidak ada itikad yang buruk dari pihak debitur
Syarat Force Majeure
Tidak semua keadaan yang di luar kendali dapat dikatakan sebagai force majeure. Suatu kondisi dapat dikatakan sebagai force majaeure harus memenuhi beberapa syarat. Di antaranya yaitu sebagai berikut.
- Tidak dipenuhinya prestasi karena terjadi peristiwa yang membinasakan dan/atau memusnahkan benda dijadikan objek perjanjian, kondisi ini selalu bersifat tetap.
- Tidak dipenuhinya prestasi karena peristiwa tidak terduga dan diluar kuasa salah satu pihak untuk melaksanakan prestasinya. Baik itu bersifat tetap maupun sementara.
- Peristiwa tersebut tidak dapat diketahui dan/atau diprediksi kapan terjadinya dalam suatu perjanjian. Jadi, adanya peristiwa ini bukan karena kesalahan salah pihak dalam perjanjian ataupun pihak ketiga.
BACA JUGA : Apa itu Hosting: Pengertian, Jenis, Manfaat & Cara Kerjanya
Jenis-jenis
Adapun jenis-jenis dari force majeure di antaranya meliputi:
1. Force majeure yang objektif
Terjadi terhadap benda yang menjadi objek dari kontrak tersebut. Misalnya, benda tersebut terbakar atau terbawa banjir besar.
2. Force majeure yang subjektif
Keadaan yang mana seorang debitur terhalang untuk melaksanakan prestasinya karena keadaan/peristiwa yang tidak terduga pada saat dibuatnya kontrak.
3. Force majeure yang absolut
Merupakan keadaan yang mana prestasi oleh debitur tidak mungkin sama sekali dapat dipenuhi untuk dilaksanakan bagaimanapun keadaannya. Kondisi ini dikenal dengan istilah impossibility. Misalnya, barang yang menjadi objek dalam perikatan tidak dapat lagi ditemui di pasaran dikarenakan tidak diproduksi lagi.
4. Force majeure yang relatif
Disebut juga dengan impracticality, merupakan kondisi di mana pemenuhan prestasi secara normal tidak lagi dapat dilaksanakan. Misalnya, dalam kontrak ekspor impor, tiba-tiba pemerintah mengeluarkan larangan. Secara normal, kontrak ini tidak dapat dilaksanakan. Akan tetapi, dengan cara tidak normal atau ilegal, seperti penyelundupan, kontrak masih dapat dilaksanakan.
5. Force majeure permanen
Dalam hal ini prestasi sama sekali tidak dapat dilaksanakan hingga kapan pun walau bagaimana pun. Misalnya, dalam kontrak pembuatan lukisan. Si pelukis menderita sakit stroke yang tidak dapat sembuh lagi, sehingga dia tidak mungkin lagi melukis sampai kapan pun.
6. Force majeure temporer
Adalah suatu kondisi di mana prestasi tidak mungkin dilakukan untuk sementara waktu, tapi nantinya masih mungkin dilakukan. Misalnya, pemenuhan prestasi dalam perjanjian pengadaan suatu produk tertentu yang berhenti karena buruh mogok kerja. Setelah keadaan kembali reda, buruh kembali bekerja, dan pabrik beroperasi kembali, maka prestasi dapat dilanjutkan kembali.
BACA JUGA :Social Media Marketing: Pengertian, Manfaat dan Contohnya
Contoh klausul force majeure dalam perjanjian kerjasama perusahaan
Pasal 15
Keadaan Kahar (Force Majeure)
Pasal 15 ayat (1)
Yang dimaksud dengan keadaan kahar adalah suatu kejadian atau keadaan yang terjadi karena hal-hal diluar kemampuan Para Pihak untuk mencegahnya yaitu yang disebabkan oleh pelaksanaan undang-undang, peraturan-peraturan atau instruksi-instruksi yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, kebakaran, ledakan, banjir, gempa bumi, topan/badai, hujan yang luar biasa, peperangan, huru-hara, keributan, blokade, perselisihan perburuhan, pemogokan massal dan wabah penyakit, yang secara langsung ada hubungannya dengan Perjanjian Kerjasama ini.
Pasal 15 ayat (2)
Salah satu pihak dalam Perjanjian Kerjasama ini tidak dapat menuntut Pihak lainnya untuk melaksanakan atau memenuhi ketentuan-ketentuan Perjanjian Kerjasama ini atau menganggap pihak lainnya telah melanggar Perjanjian ini apabila pihak lain tersebut tidak dapat melaksanakan atau memenuhi ketentuan-ketentuan Perjanjian ini karena adanya keadaan kahar.
Pasal 15 ayat (3)
Dalam hal timbulnya keadaan kahar, pihak yang mengalami keadaan kahar wajib memberitahukan kepada Pihak lainnya secara tertulis dalam kurun waktu selambat-lambatnya 7 X 24 jam (tujuh kali dua puluh empat jam) setelah terjadinya keadaan kahar tersebut dengan disertai bukti yang dapat diterima oleh pihak yang tidak mengalami keadaan kahar, dan bilamana perlu harus menyertakan bukti-bukti yang sah dan asli dari instansi atau badan yang berwenang untuk itu.
Pasal 15 ayat (4)
Atas pemberitahuan pihak yang mengalami keadaan kahar, maka pihak yang tidak mengalami keadaan kahar dapat menyetujui atau menolak keadaan kahar tersebut secara tertulis dalam kurun waktu selambat-lambatnya 7 X 24 jam (tujuh kali dua puluh empat jam) setelah diterimanya pemberitahuan dari pihak yang mengalami keadaan kahar.
Pasal 15 ayat (5)
Apabila keadaan kahar ditolak oleh pihak yang tidak mengalami keadaan kahar, maka syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Kerjasama ini tetap berlaku dan mengikat kedua belah Pihak.
Pasal 15 ayat (6)
Dalam hal terjadi keadaan kahar, kedua belah Pihak harus melakukan tindakan dan upaya yang sebaik-baiknya untuk mengatasi serta menanggulangi kerugian atau mencegah kemungkinan timbulnya kerugian yang lebih besar bagi kedua belah Pihak.
Meski demikian, force majeure sebenarnya dapat dibuat khusus untuk jenis-jenis kegiatan usaha tertentu sehingga tidak bersifat umum, agar dapat melindungi kepentingan para pihak yang bekerja sama sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan jasa konsultan hukum
Demikianlah penjelasan tentang pengertian force majeure jenis dan juga syarat-syaratnya. Force majeure ini dapat Sedulur temukan di kerja sama perusahaan maupun kontrak kerja tertentu.
Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar.
Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah.