Musafir adalah orang yang bepergian melakukan perjalanan meninggalkan tempat asalnya (kota atau negara) selama tiga hari atau lebih. Tentunya Sedulur sudah tidak asing dengan kata musafir tersebut. Pasalnya, pada beberapa waktu lalu saat libur lebaran, terdapat banyak diskusi dan pembicaraan mengenai musafir dan keringanan ibadah yang ia terima pada saat melakukan perjalanan.
Masih penasaran dengan pengertian lebih lanjut tentang musafir? Yuk, simak pembahasan dalam artikel ini!
BACA JUGA: 14 Rekomendasi Kutek Halal untuk Beribadah, Cocok untuk Muslimah
Pengertian musafir adalah
Kata musafir diambil dari bahasa Arab, “safara”, di mana kata tersebut berarti bepergian. Jadi, musafir artinya dalam bahasa Arab adalah seseorang yang melakukan perjalanan. Walaupun begitu, tidak semua orang bisa dikategorikan sebagai seorang musafir. Hal yang menentukan seorang termasuk musafir atau tidak adalah jenis perjalanan yang ia tempuh. Zaman dahulu ketika Rasulullah SAW masih hidup, beliau menentukan seseorang masuk dalam syarat musafir atau tidak adalah dengan melihat waktu tempuhnya perjalanan.
Mazhab-mazhab dalam agama Islam memiliki ketentuan yang beda namun hampir sama dalam hal musafir atau safar ini. Menurut Mazhab Syafi’i, safar atau perjalanan adalah keluarnya individu dari tempat tinggalnya dengan tujuan melakukan perjalanan minimal selama dua hari tempuh. Tetapi, menurut Mazhab Hanafi, seseorang dapat disebut sebagai musafir berapa hari yaitu ia melakukan perjalanan selama tiga hari suntuk.
Ahli dan cendekiawan muslim memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai problematika musafir ini. Muhammad Bagir dalam karyanya yang berjudul Fiqih Praktis, menjelaskan bahwa jarak yang ditempuh oleh seorang musafir setidaknya harus sejauh 80,9 km. Sedangkan dalam Ensiklopedi Hukum Islam, Abdul Aziz Dahlan menyebutkan bahwa kegiatan safar tidak mengurangi kecakapan seseorang dalam beraktivitas, tetapi memang memiliki pengaruh signifikan terhadap ketentuan dari ibadah-ibadah yang musafir lakukan.
Lalu, bagaimana ketentuan ibadah bagi seorang musafir? Berikut merupakan beberapa penjelasannya.
Keringanan ibadah bagi seorang musafir adalah
Hukum ibadah bagi seorang musafir adalah rukhsah. Rukhsah merupakan lawan dari azimah, ketika azimah merupakan hukum syariat Islam yang berlaku sejak awal, rukhshah adalah hukum syariat Islam yang telah berubah dari bentuk awalnya karena mempertimbangkan obyek hukum, situasi, dan kondisi tertentu. Contoh-contoh keringanan ibadah yang didapatkan oleh seorang musafir Rumaysho dapat Sedulur lihat pada daftar berikut ini.
BACA JUGA: Tata Cara Mandi Wajib, Lengkap dengan Doa Bacaan & Niatnya
1. Mengqashar shalat
Yang dimaksud dengan mengqashar shalat adalah menjadikan shalat 4 raka’at menjadi 2 raka’at. Safar atau perjalanan jauh menjadi satu-satunya penyebab yang membolehkan kita untuk mengqashar. Maka dari itu, safar selalu diidentikkan dengan qashar karena mengqashar shalat hanya diperbolehkan bagi seorang musafir.
2. Menjamak shalat bagi musafir adalah boleh
Yang dimaksud menjamak shalat adalah menggabungkan dua shalat dan dikerjakan di salah satu waktu. Contohnya adalah shalat waktu Dzuhur dengan shalat waktu Ashar, juga shalat Maghrib dan shalat Isya’. Keduanya dikerjakan pada salah satu waktu shalat yang digabungkan tersebut. Apabila dikerjakan di waktu shalat pertama (Dzuhur atau Maghrib) maka disebut shalat jamak taqdim. Apabila dikerjakan di waktu shalat kedua (Ashar atau Isya’) maka disebut shalat jamak takhir.
3. Tidak berpuasa pada saat bulan Ramadhan
Seorang musafir diperbolehkan untuk tidak berpuasa pada siang hari di bulan Ramadhan apabila memang perjalanan tersebut memang penuh dengan kesulitan yang menghalangi ibadah puasa. Namun, jika tidak terdapat kesulitan yang berarti, hukum puasa musafir pun tetap menjadi wajib.
BACA JUGA: Bacaan Sholawat Jibril, Amalan Doa Penarik Rezeki
4. Dapat mengerjakan shalat di atas kendaraan
Seorang musafir dapat mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan dengan menghadap ke arah sesuai tujuan kendaraan seperti di pesawat atau kapal laut. Namun, shalat menjadi wajib dikerjakan dengan menghadap kiblat apabila dilakukan setelah turun dari kendaraan.
5. Hukum bertayamum bagi musafir adalah
Seorang musafir dapat bertayamum karena ketika safar air menjadi komoditas penting untuk dikonsumsi dibanding saat ia bermukim.
6. Meninggalkan shalat sunnah rawatib
Seorang musafir tidak apa-apa untuk meninggalkan shalat sunnah rawatib ketika safar. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah subhanahu wa ta’ala memberi keringanan bagi musafir dengan menjadikan shalat yang empat rakaat menjadi dua raka’at. Seandainya shalat sunnah rawatib sebelum dan sesudah shalat fardhu disyariatkan ketika safar, tentu mengerjakan shalat fardhu dengan sempurna (empat rakaat) lebih utama.” (Zaadul Ma’ad, 1/298).
Nah, itu tadi Sedulur merupakan pengertian dari musafir adalah dan juga beberapa keringanan ibadah yang didapatkan pada saat melakukan perjalanan. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi Sedulur dan keluarga yang akan melakukan perjalanan jauh. Tetap berhati-hati di jalan, Sedulur!
Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar. Yuk, unduh aplikasinya di sini sekarang!
Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah. Langsung restok isi tokomu di sini aja!