Ramadan memang telah berlalu. Jika Sedulur memiliki utang puasa, maka wajib hukumnya untuk menggantinya hingga sebelum Ramadan tahun berikutnya tiba. Niat ganti puasa atau lebih dikenal dengan puasa qadha adalah ketika seseorang mengganti utang puasa sebanyak yang sudah ia tinggalkan saat Ramadan.
Meng-qadha puasa Ramadan wajib hukumnya untuk melafalkan niat qadha atau niat ganti puasa Ramadhan pada malam harinya. Hal ini dijelaskan dalam Mazhab Syafi’i yang diterangkan oleh Syeh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Iqna’-nya.
BACA JUGA : Daftar Orang Terkaya di Dunia, Seberapa Besar Hartanya?
Bacaan niat puasa qadha
Niat ganti puasa untuk mengganti utang puasa Ramadan dibaca saat akan mengganti puasa yang tertinggal. Sebaiknya dibaca di malam hari saat akan meng-qadha. Berikut bacaan niatnya:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku berniat untuk mengqadha puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT”
Menurut Mazhab, membaca niat ganti puasa juga harus dilakukan pada malam hari. Syeh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Hasyiyatul Iqna’-nya menerangkan yang artinya :
“Disyaratkan memasang niat di malam hari bagi puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa qadha, atau puasa nadzar. Syarat ini berdasar pada hadits Rasulullah SAW, ‘Siapa yang tidak memalamkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya.’ Karenanya, tidak ada jalan lain kecuali berniat puasa setiap hari berdasar pada redaksi zahir hadits,” (Darul Fikr: 2007 M/1428 H] Juz II)
BACA JUGA : Pengertian Pameran: Unsur, Jenis, Tujuan, Manfaat & Fungsinya
Orang yang wajib mengganti puasa
Syekh Nawawi dalam Syarah Kasyifatus-Saja menjelaskan lebih luas mengenai penjelasan Syeh Sumai. Dijabarkan tentang orang yang wajib mengganti puasa sebagai berikut ini:
1. Wajib qadha & membayar fidyah
Golongan yang wajib membayar fidyah dan mengqadha puasa terdiri dari dua kelumpok. Pertama yang memutuskan puasa karena mengkhawatirkan selain dirinya. Kedua yang keterlambatan meng-qadha puasa hingga datangnya Ramadan berikutnya.
Contohnya adalah ibu hamil dan ibu menyusui. Mereka mengkhawatirkan kesehatan kesehatan anaknya ketika ia berpuasa meski ia sendiri sanggup untuk melakukannya.
2. Wajib qadha tanpa membayar fidyah
Orang yang masuk ke dalam golongan wajib qadha puasa Ramadan tanpa membayar fidyah adalah orang yang menderita sakit ayan, sedang melakukan perjalanan jauh (musafir), sakit tidak permanen, sengaja berbuka, lupa berniat di malam hari dan sebagainya.
Syekh Nawawi memberikan alasan mengapa golongan orang tersebut cukup mengganti puasa tanpa membayar fidyah. Salah satunya adalah karena tidak adanya dalil yang menunjukkan wajib membayar fidyah.
3. Membayar fidyah tanpa meng-qadha
Golongan orang yang hanya wajib membayar fidyah tanpa meng-qadha puasa adalah mereka yang sudah tua renta dan tidak mampu lagi untuk menjalankan ibadah puasa. Selain itu, orang yang mengidap penyakit dan tidak memiliki harapan untuk sembuh juga termasuk ke dalam golongan ini.
4. Tidak wajib membayar fidyah dan wajib qadha
Hukum selanjutnya yaitu tidak wajib mengganti puasa dan membayar fidyah adalah orang gila, anak kecil yang belum baligh dan orang kafir asli. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin Imam Ghazali menjelaskan yang artinya:
“Adapaun fidyah adalah wajib atas wanita hamil dan menyusui saat keduanya membatalkan puasa karena khawatir dengan keselamatan anaknya. Setiap hari (yang ditinggalkan) adalah satu mud untuk satu orang miskin serta dibarengi dengan melakukan qadha (mengganti) puasa” (Imam Ghazali, Ihya’ Ulumuddin hal 234, juz 1)
Syekh Taqiyuddin juga menerangkan hal yang sama dalam kitab Kifayatul al-Akhyar yang berbunyi:
وان خافتا على ولديهما بسبب إسقاط الولد في الحامل وقلة اللبن في المرضع أفطرتا وعليهما القضاء للإ فطار والفدية لكل يوم مد من الطعام “
Artinya: Jika keduanya (wanita hamil dan menyusui) mengkhawatirkan kondisi anaknya; sebab keguguran bagi wanita hamil dan sedikit ASI bagi wanita yang menyusui, maka keduanya berbuka. Dan wajib atas keduanya mengqadha dan membayar fidyah satu mud untuk setiap hari (hari meninggalkan puasa).
BACA JUGA : Arti Nolep Beserta Ciri-Ciri, Penggunaan & Cara Mengatasinya
Niat puasa Senin-Kamis
Puasa Senin Kamis memiliki banyak manfaat dan keutamaan, di antaranya dapat menjadi obat penghilang stress. Selain itu, jika Sedulur masih memiliki utang puasa Ramadan, maka puasa Senin Kamis dapat menjadi alternatif untuk niat puasa ganti sekaligus puasa Senin Kamis.
Bacaan niat puasa ganti Ramadan di hari Senin
نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku berniat puasa sunnah hari Senin karena Allah ta’ala”
Niat puasa hari Kamis
نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ الخَمِيْسِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Artinya: “Aku berniat puasa sunnah hari Kamis karena Allah ta’ala.”
Niat ganti puasa Senin-Kamis sama seperti niat puasa sunnah Senin-Kamis yang sudah disebutkan di atas. Tidak ada lafal khusus yang harus dibaca. Sedangkan untuk niat ganti puasa karena haid juga tidak adal lafal khusus. Sama seperti meng-qadha puasa.
BACA JUGA : Pengertian Rukun Umroh dan Perbedaannya dengan Rukun Haji
Hari yang dilarang untuk berpuasa
Meski hukumnya wajib mengganti hutang puasa Ramadan, terdapat beberapa waktu tertentu yang justru dilarang untuk berpuasa. Di antaranya adalah sebagai berikut:
- Hari Raya Idul Fitri
- Hari Raya Idul Adha
- Hari Tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah)
- Hari Sya’ (30 Sya’ban)
- Saat haid dan nifas
Puasa saat Sya’ban
Membayar utang puasa Ramadan dapat dilakukan sepanjang tahun kecuali pada hari-hari yang dilarang. Mengganti puasa di bulan Sya’ban berarti dihukumi boleh karena bulan ini menjadi bulan terkahir sebelum Ramadan. Akan tetapi, alangkah baiknya membayar utang puasa dilakukan dengan segera.
Tidak ada niat khusus yang harus dilafalkan saat mengganti puasa di bulan Sya’ban. Niat ganti puasa di bulan Sya’ban sama seperti niat yang dilafalkan di bulan lainnya saat meng-qadha puasa. Perlu diperhatikan kembali bahwa niatnya dilafalkan pada malam hari.
Perlu diketahui bahwa untuk orang yang terbiasa menjalankan ibadah sunnah puasa Senin-Kamis dan kebetulan memasuki separuh terkahir bulan Sya’ban. Tidak ada hukum larangan untuk melanjutkan puasanya. Hal tersebut berdasarkan hadist Nabi yang artinya:
“Janganlah seseorang di antara engkau semua itu mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali kalau seseorang itu sudah biasa berpuasa tepat pada hari puasanya, maka hendaklah ia berpuasa pada hari itu.” (Muttafaq ‘alaih).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpukan bahwa setiap muslim yang meninggalkan puasa Ramadhan maka hukumnya wajib untuk menggantinya. Dengan melafalkan niat ganti puasa, kamu bisa melaksanakan ibadah tersebut seperti biasa.