Perundingan Roem Royen: Sejarah, Tokoh, Isi & Dampaknya

Perundingan Roem Royen merupakan salah satu peristiwa penting yang tercatat dalam sejarah Indonesia. Perjanjian atau perundingan ini terjadi setelah Perjanjian Linggarjati dan Renville. Sama seperti kedua perjanjian tersebut, tujuan Perundingan Roem Royen juga untuk menyelesaikan konflik antara Indonesia dan Belanda.

Hasil Perundingan Roem Royen punya latar belakang sejarah panjang dan dampak yang penting untuk diketahui. Bagaimana sejarah perundingan ini dan siapa saja tokohnya? Selengkapnya akan dibahas di bawah. Yuk, simak!

BACA JUGA: Perjanjian Linggarjati: Sejarah, Latar Belakang, Isi & Hasilnya

Latar belakang Perundingan Roem Royen

perundingan roem royen
Kumparan

Meski sudah merdeka dan telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya aman dari jajahan Belanda. Pasukan Sekutu yang tergabung dalam Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) pimpinan Sir Philip Christison datang ke Indonesia tidak lama setelah kemerdekaan. Salah satu tujuannya yaitu melucuti senjata tentara Jepang serta mempertahankan keadaan damai yang akan diserahkan pada pemerintahan sipil.

Sayangnya, Pasukan Sekutu ternyata dimanfaatkan oleh Belanda yang menggunakan nama Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Belanda masih ingin kembali menguasai Indonesia yang telah lama mereka duduki sebelum Perang Dunia Kedua melawan Jepang. Karena hal tersebut, terjadilah berbagai peristiwa heroik bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya. Termasuk rangkaian perjanjian yang terjadi seperti Perjanjian Linggarjati pada 1946 dan Renville pada 1948.

Dalam Perjanjian Renville, kesepakatan yang diperoleh ternyata merugikan Indonesia. Wilayah kedaulatan Indonesia makin kecil dan Belanda terbukti melanggar janji. Belanda menyerang Yogyakarta. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. Langkah meluncurkan Agresi Militer Belanda II kemudian dikecam dunia. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada 4 Januari 1949 memerintahkan Belanda dan Indonesia menghentikan masing-masing operasi militernya.

United Nations Commission for Indonesia (UNCI) membawa perwakilan kedua negara ke meja perundingan pada 17 April 1949. Hingga berlanjut pada 7 Mei 1949, Perundingan Roem Royen dilaksanakan untuk menyelesaikan konflik antara kedua negara ini.

Tujuan Perundingan Roem Royen

Republika

Pada dasarnya, Perundingan Roem Royen merupakan bagian dari berbagai usaha diplomatik dalam mengatasi konflik antara Indonesia dan Belanda. Perundingan Roem Royen dilaksanakan di Hotel Des Indes Jakarta, dimulai sejak 17 April 1949 sampai akhirnya menghasilkan perjanjian yang ditandatangani pada 7 Mei 1949.

Tujuan perundingan ini diselenggarakan yaitu menyelesaikan konflik antara Indonesia dan Belanda yang terjadi setelah kemerdekaan. Selain itu, guna meredakan situasi di Indonesia yang memanas akibat Agresi Militer Belanda II. Inisiatif membawa masalah Indonesia dan Belanda ke meja perundingan merupakan saran dari komisi PBB untuk Indonesia bernama Merle Cochran dari Amerika Serikat.

BACA JUGA: GNB (Gerakan Non-Blok): Pengertian, Sejarah & Tujuannya

Isi Perundingan Roem Royen

perundingan roem royen
Kontan

Perjanjian ini menghasilkan dua pernyataan yang dikeluarkan oleh Indonesia dan Belanda. Adapun pernyataan dari pihak Indonesia dalam Perundingan Roem Royen isinya adalah sebagai berikut.

  • Indonesia menyatakan kesanggupan untuk menghentikan Perang Gerilya sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.
  • Bekerja sama mengembalikan serta menjaga keamanan dan ketertiban.
  • Indonesia akan turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag dengan tujuan mempercepat penyerahan kedaulatan dan sebenarnya tanpa syarat.

Sementara isi pernyataan Belanda adalah sebagai berikut.

  • Pengembalian pemerintahan Indonesia ke Yogyakarta pada tanggal 24 Juni 1949.
  • Keresidenan Yogyakarta dikosongkan oleh tentara Belanda pada 1 Juli 1949 dan pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta setelah TNI menguasai keadaan sepenuhnya di daerah tersebut.
  • Mengenai penghentian permusuhan akan dibahas setelah kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
  • Konferensi Meja Bundar akan dilaksanakan di Den Haag.

Tokoh yang terlibat

Cerdika

Perundingan Roem Royen diambil dari nama ketua delegasi masing-masing negara. Indonesia tokohnya diketuai oleh Mr. Moh. Roem. Sedangkan, Belanda diwakili oleh Herman van Roijen. Selain kedua tokoh tersebut, masih ada tokoh Perundingan Roem Royen lainnya yang terlibat, baik dari Indonesia maupun Belanda.

Tokoh dari Indonesia, antara lain:

  • Moh. Roem
  • Supomo
  • Ali Sastroamidjojo
  • Johannes Leimena
  • K. Pringgodigdo
  • Johannes Latuharhary
  • Mohammad Hatta
  • Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Tokoh dari Belanda, antara lain:

  • Herman van Raijen
  • Blom
  • Jacob
  • Van
  • P. J. Koets
  • van Hoogstratenden
  • Gieben

Selain itu, ada juga perwakilan dari pihak UNCI seperti Merle Cochran dari Amerika Serikat, Critchley dari Australia, dan Harremans dari Belgia.

BACA JUGA: Pertempuran Ambarawa: Sejarah, Waktu Kejadian & Kronologi

Eksistensi Republik Indonesia

Katadata

Keuntungan Perjanjian Roem Royen bagi Indonesia salah satunya sebagai pembuktian eksistensi Republik Indonesia. Keuntungan ini masih berkaitan dengan terjadinya Agresi Militer Belanda II. Seperti yang diketahui, Agresi Militer Belanda I berhenti dengan dilakukannya Perjanjian Renville, namun ternyata Belanda tidak menaati kesepakatan. Agresi Militer Belanda II diluncurkan mulai 19 Desember 1948 dengan sasaran utama Yogyakarta yang kala itu menjadi ibu kota sementara Indonesia.

Akibat agresi tersebut, para petinggi pemerintahan Indonesia, termasuk Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan bahkan diasingkan ke luar Jawa oleh Belanda. Berlanjut, pada tanggal 1 Maret 1949 terjadilah serangan umum atau serangan besar-besaran dari bangsa Indonesia. Hingga Yogyakarta yang semula diduduki oleh Belanda mampu direbut kembali oleh angkatan perang Republik Indonesia dan dipertahankan selama 6 jam sebagai bukti eksistensi Indonesia.

Agresi yang dibalas dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 itu merugikan posisi Belanda di peta politik internasional. Banyak negara, termasuk PBB yang mengecam aksi Belanda tersebut. Bahkan, komisi PBB menyarankan Indonesia untuk membawa masalah ini ke meja perundingan, yang akhirnya tercipta Perundingan atau Perjanjian Roem Royen.

Dampak Perundingan Roem Royen

perundingan roem royen
Ayo Bandung

Sesuai tujuan perundingan ini, dampaknya bagi Indonesia yaitu berhasil mengubah situasi yang sempat memanas karena Agresi Militer Belanda II menjadi lebih damai. Hal ini didukung dengan ditariknya kembali pasukan Belanda dari Yogyakarta pada tanggal 20 Juni 1949. Yogyakarta baru sepenuhnya ditinggalkan tentara Belanda pada 29 Juni 1949.

Diikuti pula dengan pembebasan para pemimpin Indonesia yang ditawan Belanda pada 6 Juli 1949. Lebih lanjut, baik Indonesia maupun Belanda mempersiapkan Konferensi Meja Bundar yang akan dilaksanakan kemudian.

Itulah ringkasan sejarah Perundingan Roem Royen yang penting untuk diketahui. Kini, Sedulur telah memahami latar belakang perundingan ini, termasuk tokoh yang terlibat dan dampaknya. Semoga bisa memperkaya wawasan Sedulur tentang sejarah Indonesia, ya.

Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar. Yuk, unduh aplikasinya di sini sekarang!

Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah. Langsung restok isi tokomu di sini aja!