Tahukah Sedulur? Dalam agama Islam, terdapat amalan atau perkara yang dikenai hukum mubah. Secara sederhana, arti kata mubah adalah boleh atau diperbolehkan. Sementara hukum mubah dapat dipahami sebagai hukum yang memperbolehkan suatu perkara atau amalan untuk dikerjakan oleh seorang muslim.
Ingin tahu lebih jauh soal apa itu mubah dan contohnya? Berikut penjelasan selengakapnya yang telah Super rangkum dari berbagai sumber. Simak sampai habis, ya!
BACA JUGA: Arti Ikhtiar dalam Islam dan Pentingnya bagi Kehidupan Manusia
Hukum dalam Islam
Sebelum masuk ke pembahasan mengenai hukum dalam Islam khususnya soal hukum mubah, tidak ada salahnya untuk mencari tahu terlebih dahulu tentang asal kata hukum.
Dikutip dari laman Fakultas Hukum UII, hukum berasal dari kata dalam bahasa Arab “hakama-yahkumu-hukman“. Kata tersebut, menurut Kamus Arab – Indonesia karya Mahmud Junus, memiliki arti menghukum dan memerintah. Adapun hukum dapat dimaknai sebagai norma, kaidah, ukuran, dan pedoman yang digunakan untuk menilai tingkah laku manusia dengan lingkungan sekitarnya.
Sementara itu, secara umum hukum Islam dibagi menjadi dua kategori, yaitu hukum taklifi dan hukum wadhi’i. Berikut penjelasan selengkapnya.
Hukum taklifi
Taklifi memiliki arti pembebanan, sedangkan hukum taklifi bisa dipahami sebagai hukum yang menuntut orang Islam mukallaf untuk melaksanakan atau meninggalkan suatu perbuatan. Perlu diketahui, mukallaf adalah seseorang yang sudah balig dan berakal sehingga ia dikenai hukum Islam.
Hukum taklifi mencakup tiga kategori yaitu perintah, larangan, dan pilihan. Berdasarkan ketiga kategori tersebut, hukum taklifi dibagi menjadi lima jenis sebagai berikut.
1. Wajib
Hukum taklifi yang pertama adalah wajib atau al wujub. Apabila suatu perkara dianggap wajib, artinya perkara itu diiringi janji pahala bagi yang mengerjakannya. Sementara bagi yang meninggalkan mendapat ancaman dosa. Sebab perkara wajib sama artinya perkara yang diperintahkan untuk dikerjakan. Contoh perkara atau amalan wajib dalam Islam adalah salat lima waktu dan puasa di bulan Ramadan.
2. Haram
Kebalikan dari wajib, haram artinya suatu perkara tidak diperbolehkan untuk dikerjakan. Tidak hanya sampai di situ, perkara yang dikenai hukum haram diiringi janji imbalan pahala bagi yang meninggalkannya dan ancaman dosa bagi yang melanggarnya. Contoh perkara yang dikenai hukum haram ialah berzina, mencuri, dan meminum khamar.
3. Sunah
Hukum taklifi berikutnya adalah sunah. Pada perkara yang dikenai hukum sunah terdapat pahala bagi yang mengerjakan, namun tidak ada ancaman dosa bagi yang meninggalkannya. Sehingga amalan sunah sendiri dikenal sebagai pelengkap dari ibadah wajib. Contoh amalan sunah adalah puasa pada hari Senin dan Kamis.
4. Makruh
Hukum makruh bisa dikatakan merupakan kebalikan dari hukum sunah. Sebab perkara yang dikenai hukum makruh dianjurkan untuk ditinggalkan. Selain itu tidak ada ancaman dosa bagi yang melakukan perkara makruh, namun ada janji pahala bagi yang meninggalkannya. Contoh perkara makruh dalam Islam adalah tidur setelah salat Subuh.
5. Mubah
Terakhir adalah hukum mubah. Adapun hukum mubah artinya suatu perkara itu diperbolehkan untuk dilakukan. Pembahasan mengenai hukum mubah dan contoh hukum mubah adalah akan dibahas secara lebih detail pada artikel ini.
BACA JUGA: 10 Kerajaan Islam Pertama di Indonesia Beserta Peninggalannya
Hukum wadh’i
Hukum wadh’i adalah hukum yang menyertai hukum taklifi. Sehingga, hukum wadh’i ini juga dikenal sebagai hukum kondisional. Lebih jauh, hukum wadh’i berfungsi sebagai penjelasan bagaimana suatu perkara dikenai hukum tertentu.
Adapun hukum wadh’i dibagi menjadi beberapa kategori sebagai berikut.
- Sebab
- Syarat
- Penghalang
- Sah dan batal
- Azimah dan rukhsah
Pengertian mubah adalah
Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, mubah masuk dalam kelas kata adjektiva dalam bidang agama Islam. Kata mubah memiliki arti diizinkan menurut agama, boleh dilakukan, tetapi boleh juga tidak.
Dari pengertian kata mubah di atas, bisa dipahami bahwa mubah adalah segala sesuatu atau amalan yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan. Selain itu, perkara yang dikenai hukum mubah juga tidak diiringi janji pahala bagi yang mengerjakan. Demikian pula bagi yang meninggalkan tidak mendapat ancaman dosa.
Kedudukan hukum mubah dalam Islam
Telah dipahami bahwa mubah adalah sesuatu yang diperbolehkan untuk dilakukan maupun ditinggalkan. Lantas, bagaimana kedudukan hukum mubah dalam hukum Islam? Dirangkum dari berbagai sumber, mubah disebut sebagai hukum yang netral. Sebab tidak ada jaminan pahala maupun dosa bagi yang mengerjakan atau yang meninggalkannya.
Sementara itu, diciptakannya hukum mubah disebut sebagai kesempatan bagi umat Islam untuk beristirahat dari perkara yang wajib dikerjakan maupun yang wajib ditinggalkan. Dengan kata lain, mubah adalah bentuk keringanan dari Allah untuk seorang muslim. Adapun mengerjakan perkara mubah bukan berarti pasti tidak mendapat pahala. Melainkan hanya tidak ada jaminan mengenai pahala maupun dosa dari amalan yang berhukum mubah.
BACA JUGA: Hikmah Pernikahan dalam Islam yang Wajib Diketahui
Contoh mubah dan dalilnya
Ada beberapa amalan yang dikenai hukum mubah. Salah satu contoh mubah dalam kehidupan sehari-hari adalah melaksanakan salat dengan cara jamak. Dikutip dari laman Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, jamak mubah artinya adalah mengumpulkan dua salat fardu yang dikerjakan dalam satu waktu dan dikerjakan secara berturut-turut.
Secara umum, hukum melaksanakan salat fardu secara jamak adalah mubah atau boleh. Hanya saja, terdapat sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi sehingga salat fardu boleh dijamak. Misalnya, salat fardu yang boleh dijamak ialah salat Zuhur dijamak dengan Asar dan salat Magrib dijamak dengan Isya.
Selain itu, untuk melaksanakan salat jamak disyaratkan setidaknya tiga kondisi. Pertama, dalam perjalanan dengan jarak minimal 81 kilometer. Kemudian perjalanan yang dilakukan bukanlah dalam rangka melakukan maksiat. Serta syarat ketiga adalah dalam keadaan ketakutan. Contoh syarat ketiga ialah ketika dalam kondisi sakit, hujan lebat, angin topan, dan bencana alam lainnya.
Diperbolehkannya melakukan salat secara jamak sendiri tertuang dalam hadis Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari. Dikatakan, Nabi Muhammad SAW pernah melakukan salat jamak ketika sedang melakukan perjalanan.
“Dari Anas r.a., ia berkata, ‘Apabila Rasulullah SAW berangkat menuju perjalanan sebelum tergelincir matahari, beliau akhirkan salat Zuhur ke waktu asar. Kemudian, beliau berhenti untuk menjamak salat keduanya. Dan jika matahari tergelincir sebelum ia berangkat, maka beliau salat Zuhur terlebih dahulu kemudian naik kendaraan.” (HR. Bukhari)
Demikian tadi pembahasan seputar hukum mubah dalam Islam. Bisa disimpulkan bahwa perkara yang dikenai hukum mubah artinya diperbolehkan untuk dikerjakan namun tidak terikat dengan jaminan pahala maupun ancaman dosa. Sehingga perkara mubah ini bersifat opsional atau pilihan.
Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar. Yuk, unduh aplikasinya di sini sekarang!
Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah. Langsung restok isi tokomu di sini aja!