Mengutip CDC, Down syndrome ialah kondisi di mana seseorang memiliki kromosom ekstra. Kromosom sendiri adalah bagian dari gen atau DNA yang menyusun tubuh makhluk hidup. Normalnya, manusia lahir dengan 46 kromosom. Pada kasus tersebut, bayi lahir dengan tambahan satu kromosom.
Lalu, apa dampaknya pada perkembangan bayi serta bagaimana menyikapinya? Berikut telah dijabarkan fakta-fakta penting dari kelainan genetik tersebut.
BACA JUGA: Tanda dan Ciri Ciri Pubertas pada Anak Perempuan & Laki Laki
1. Apa itu down syndrome?
Seperti yang sudah disinggung pada pendahuluan, down syndrome terjadi saat seseorang lahir dengan kromosom yang melebihi jumlah normal. Kromosom manusia terdiri dari 23 pasang yang diturunkan dari orangtua, tetapi pengidap kelainan genetik ini memiliki satu kromosom tambahan yang merupakan salinan dari kromosom nomor 21. Salinan ini kemudian disebut dengan istilah trisomy 21 yang merujuk pada fakta bahwa pengidapnya memiliki tiga kromosom 21 yang seharusnya hanya dua seperti kromosom-kromosom lainnya.
Kondisi ini bisa pula terjadi pada hewan mamalia. Seperti kasus Kenny, harimau down syndrome yang sempat viral beberapa tahun lalu. Usianya cukup pendek karena komplikasi yang dideritanya.
2. Sejarah istilah
Melansir dari Akhtar, dkk., istilah sindrom Down ditemukan pertama kali oleh dokter asal Inggris bernama John Langdon Down pada 1866. Namun, yang menemukan bahwa ini terjadi karena kelebihan kromosom 21 adalah seorang dokter asal Perancis, Jerome Lejeune. Meski begitu sebenarnya, tidak semua pengidapnya diasosiasikan dengan kondisi trisomy 21. Ada beberapa penyebab lain yang nantinya akan membagi kelainan genetik ini dalam beberapa tipe.
3. Populasi pengidapnya di Indonesia dan dunia
Merujuk pada tulisan Yulia Ariani, dkk. dalam Molecular Genetics & Genomic Medicine di 2017 sindrom Down adalah kondisi kelainan genetik yang paling umum di Indonesia dengan sekitar 300 ribu kasus yang tercatat menurut catatan Ikatan Sindroma Down Indonesia. Sementara, Kemenkes mencatat kasusnya sekitar 0,12% dari populasi pada 2010.
Sementara estimasi kasusnya di dunia menurut PBB adalah 3000-5000 bayi per tahun. Atau bila dihitung dengan rasio adalah 1 dari 1000 bayi. PBB juga menetapkan 21 Maret sebagai Hari Sindrom Down Sedunia. Peringatan ini sudah dilakukan rutin tiap tahun sejak 2012 lalu dengan harapan orang makin akrab dengan sindrom Down dan tidak lagi mengasosiasikannya dengan stigma buruk.
BACA JUGA: Apa Itu Star Syndrome? Ini 20 Ciri & Cara Mengatasinya
4. Penyebab dan faktor risiko
Sejauh ini ilmuwan tidak menemukan faktor eksternal penyebab Down syndrome. Polusi udara atau makanan yang dikonsumsi ibu hamil bukanlah penyebabnya. Penjelasannya akan kembali pada salinan kromosom 21. Namun, bagaimana hal tersebut bisa terjadi adalah sesuatu yang tidak bisa diprediksi dan dicegah dengan cara-cara tertentu.
Ahli sepakat bahwa kasus yang muncul bisa berkaitan dengan usia ibu. Perempuan yang hamil di usia 35 tahun ke atas memiliki risiko lebih tinggi melahirkan bayi dengan sindrom Down. Walau begitu, CDC juga mengungkap bahwa sejauh ini kebanyakan bayi yang mengidap sindrom tersebut lahir dari ibu yang usianya kurang dari 35 tahun karena kebanyakan perempuan melahirkan di usia kurang dari 35.
Sindrom Down juga bukan kelainan yang diturunkan dari orangtua ke anak. Menurut National Down Syndrome Society Amerika Serikat hanya 1% kasus di Amerika Serikat yang terjadi karena komponen genetik yang diturunkan dari orangtua.
5. Gejala dan ciri khusus pengidap sindrom Down
Anak atau individu yang lahir dengan sindrom Down akan memiliki ciri khusus yang terlihat jelas dari wajahnya. Apa saja ciri tersebut?
- Bentuk wajah Down syndrome tampak datar terutama pada bagian dahi dan hidungnya
- Mata berbentuk seperti kacang almond yang kecil dan bentuknya mengarah ke atas
- Ada titik putih pada bagian iris mata
- Leher pendek
- Telinga kecil
- Lidah cenderung menjulur keluar dari mulut
- Jari kelingking menekuk ke arah ibu jari
- Ototnya cenderung lemah dan sendinya longgar
- Lebih pendek dari anak atau individu seusianya
- Memiliki palmar crease yaitu garis horizontal tunggal yang melintang jelas pada telapak tangan. Individu tanpa sindrom Down bisa memilikinya, tetapi biasanya terdiri dari beberapa garis dan tampak putus alias tidak simetris. Tidak hanya untuk Down syndrome, garis seperti ini ini juga diasosiasikan pada pengidap sindrom Aarskog.
BACA JUGA: 5 Pantangan Syaraf Kejepit yang Wajib Kamu Hindari
6. Komplikasi yang biasanya menyertai
Selain ciri-ciri fisik di atas, dampak Down syndrome pun akan muncul pada kondisi klinis pengidapnya. Melansir tulisan Akthar, dkk., umumnya pengidap sindrom ini akan mengalami komplikasi seperti berikut.
- Gangguan gastrointestinal yang berkaitan dengan pencernaan. Anak dengan sindrom Down memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit GERD, konstipasi kronis, dan diare. Kebanyakan dari mereka juga mengidap penyakit celiac yang dipicu oleh konsumsi makanan yang mengandung gluten.
- Congenital cardiac defects (CHD) sering jadi penyebab utama kematian pada pengidap sindrom Down terutama di 2 tahun pertama hidupnya. Kondisi ini cukup fatal karena berkaitan erat dengan jantung, untuk itu orang tua disarankan melakukan pengecekan di minggu pertama sejak kelahiran bayi dengan sindrom Down.
- Kelainan darah yang biasa menyerang pengidap Down syndrome antara lain neutrofilia, trombositopenia, dan polisitemia. Pengidapnya juga memiliki risiko menderita leukimia lebih besar dari orang biasa. Ini karena adanya proliferasi megakariosit yang tidak terkontrol.
- Kelainan saraf terutama ditandai dengan berkurangnya volume otak terutama pada bagian hippocampus dan cerebellum. Kondisi ini membuat bayi Down syndrome akan mengalami keterlambatan bicara, kesulitan belajar hal baru, dan susah melakukan gerakan motorik. Mereka juga rawan terkena penyakit yang berhubungan dengan tulang dan otot, serta lebih rawan mengalami kejang. Di usia dewasa, mereka juga berisiko lebih tinggi mengalami demensia di usia yang cenderung muda.
- Gangguan sistem endokrin ditandai dengan disfungsi kelenjar tiroid, terutama hipotiroid. Sebagian pasien sindrom Down memproduksi hormon antibodi yang anti tiroid yang terus bertambah jumlahnya seiring pertambahan usia. Gangguan ini juga berakibat pada lambatnya proses perkembangan organ seksual seseorang. Pubertas mereka terlambat, sebagian bahkan ditemukan memiliki kelamin yang ambigu, penis dan testis yang kecil dan lain sebagainya.
- Gangguan penglihatan seperti katarak, blefaritis (peradangan kelopak mata), keratokonus (penipisan kornea mata), glaukoma, nystagmus (pergerakan mata yang tidak terkontrol), strabismus (mata juling), amblyopia (mata sayu akibat otot dan saraf yang tidak bekerja optimal), dan lain sebagainya.
- Gangguan THT. Biasanya anak dengan sindrom Down juga memiliki masalah dengan tenggorokan, hidung, dan telinga. Terutama penurunan level pendengaran yang disebabkan anomali pada struktur telinga dalam.
7. Tipe Down syndrome
Masih merujuk CDC, setidaknya ada 3 tipe sindrom Down yang terdeteksi di dunia.
- Trisomy 21 adalah tipe sindrom Down yang paling umum dengan persentase pengidapnya sekitar 95 persen dari seluruh kasus. Kondisi ini membuat tiap sel pengidapnya memiliki 3 kromosom 21 yang seharusnya hanya 2.
- Translocation Down syndrome terjadi pada sekitar 3 persen dari seluruh kasus. Sebenarnya penyebab anak Down syndrome tipe ini masih berkaitan erat dengan kelebihan kromosom 21 tadi. Bedanya, kromosom yang lebih menempel pada kromosom lainnya. Biasanya kromosom 14.
- Mosaic Down syndrome adalah tipe paling langka yang terjadi pada 2 persen pengidap. Tipe ini terjadi saat tidak semua sel memiliki kelebihan kromosom 21, sehingga beberapa tetap memiliki sepasang saja. Anak dengan tipe ini tetap mempunyai ciri-ciri fisik yang diasosiasikan dengan sindrom Down, tetapi lebih sedikit karena sejumlah selnya tercipta dalam susunan yang normal.
8. Cara diagnosis
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, hingga kini tidak ada cara untuk mencegah sindrom Down terjadi pada kehamilan. Dokter hanya bisa melakukan deteksi atau diagnosis dini saat bayi masih berada dalam kandungan.
Caranya dengan tes darah, kemudian digunakan metode tertentu seperti MSF-AP, PSQ, FISH, QF-PCR, dan salin sebagainya. Semuanya diklaim sebagai tes yang aman dan tidak akan menganggu perkembangan janin. Meski begitu, hasil tes tidak selalu akurat. Hasil bisa menunjukkan bahwa janin normal, tetapi hasil akhirnya baru bisa dipastikan saat bayi lahir.
BACA JUGA: Apa Itu Autisme? Kenali Ciri & Penyebab Anak Autis Sejak Dini
9. Perawatan dan terapi yang disarankan
Sejauh ini tidak ada kasus yang menunjukkan bahwa Down syndrome bisa sembuh. Kondisi ini akan bertahan seumur hidup seseorang. Namun, bukan berarti orang tua harus frustasi dan malu pada kondisi anak dengan Down syndrome. Mereka punya masa depan yang sama dengan anak-anak lain, tetapi memang butuh perawatan dan perhatian khusus.
Terapi down syndrome sendiri adalah proses multidisiplin yang tidak hanya melibatkan ranah medis, tetapi juga psikologis. Berikut beberapa perlakuan yang disarankan.
- Lakukan terapi dan pendidikan sedini mungkin untuk mengurangi risiko komplikasi dan meningkatkan kemampuan intelektual anak dengan sindrom Down. Dengan begitu, mereka punya harapan untuk tumbuh hingga usia dewasa dan berpotensi melakukan banyak hal. Sudah terbukti makin banyak orang dengan sindrom Down di dunia yang bisa berkiprah, bahkan di dunia hiburan. Baik menjadi model maupun aktor dan lain sebagainya.
- Di usia dini, anak-anak bisa diajarkan bahasa isyarat untuk mempermudah komunikasinya dengan orang tua. Dengan begitu, mereka bisa lebih mudah mengutarakan keinginan dan kebutuhan mereka.
- Ajak anak untuk berintegrasi dengan masyarakat. Mereka memiliki hak untuk bergaul dan mengeksplorasi lingkungan di sekitarnya, termasuk secara sosial. Sedulur yang memiliki anak dengan sindrom Down bisa bergabung dengan komunitas orang tua yang mengalami hal serupa untuk berbagi ilmu dan pengalaman.
- Edukasi diri sebanyak mungkin tentang sindrom Down, baik dari sesama penyintasnya atau dari ahli.
- Konsultasi pada dokter untuk tahu makanan apa yang aman untuk mereka dan suplemen apa yang harus diberikan.
10. Mitos tentang sindrom Down yang salah kaprah
Ada beberapa stigma dan mitos yang melekat pada pengidap sindrom Down. Apa saja? Mari kita dobrak.
- Pengidapnya berusia pendek adalah anggapan yang sering kita dengar. Padahal banyak orang bisa hidup dengan sindrom ini hingga usia lanjut.
- Tidak bisa berolahraga dan kesulitan berjalan juga mitos belaka. Bila dilakukan terapi sejak dini, pengidap sindrom tersebut bisa berjalan dengan baik bahkan memiliki kemampuan atletik yang mumpuni.
- Individu dengan sindrom Down tidak bisa membaca dan menulis juga salah. Banyak dari mereka yang bersekolah hingga tingkat lanjut.
- Wajah pengidap sindrom ini sama. Tentu salah, tetapi mereka memang memiliki ciri khusus yang identik.
- Orang dengan sindrom Down cenderung tidak subur. Banyak dari mereka yang berkeluarga dan memiliki keturunan.
- Mereka akan bergantung sepenuhnya pada orang lain juga anggapan yang fatal. Banyak dari mereka yang bisa bekerja dan hidup mandiri dengan pelatihan-pelatihan khusus.
- Bayi yang lahir dengan sindrom Down diakibatkan oleh perkawinan inses adalah hal yang keliru. Tidak ada penyebab pasti yang menyebabkan kelainan genetik ini.
11. Hal yang harus kita lakukan sebagai orang tanpa sindrom Down
- Hilangkan stigma dan pemikiran bahwa sindrom Down adalah penyakit yang harus disembuhkan. Ini adalah kondisi klinis bernama sindrom yang akan terus dibawa seumur hidup dan bukan sesuatu yang harus disembunyikan.
- Mulai sekarang jangan menjuluki pengidapnya dengan sebutan-sebutan kasar seperti “idiot” atau “retarded”. Gunakan istilah yang baik seperti “anak atau orang dengan sindrom Down” atau “pengidap sindrom Down”.
Beberapa hal di atas semoga bisa jadi jendela Sedulur guna mengenal lebih dekat apa itu Down syndrome serta cara menyikapinya.