Dalam tradisi dan kebudayaan Jawa, ada banyak hal yang menarik untuk dipelajari. Salah satunya adalah tentang pasaran. Pasaran Jawa adalah sebuah sistem waktu yang dijadikan patokan untuk mencari hari baik. Pedoman ini disebut juga dengan pancawara.
Bukan hari biasa, pancawara ini juga bisa menentukan tanggal dan hari baik bagi orang Jawa untuk melakukan sesuatu. Misalnya saja menentukan waktu untuk membangun pondasi rumah hingga mencari waktu pelaksanakan akad nikah dengan menghitung weton kedua calon mempelai.
Apabila penasaran dengan pasaran Jawa, simak penjelasannya di bawah ini. Bagi Sedulur yang meyakini tradisi ini, bersiaplah untuk tahu lebih banyak tentang cara menghitungnya. Ulasan ini membahas tentang sejarah dan contohnya.
BACA JUGA: Begini Arti Haid Menurut Hari, Tanggal, Waktu Primbon Jawa
Asal-usul penanggalan Jawa
Sebelum masuk ke penjalasan tentang pasaran dan Pancawarna, Sedulur perlu tahu tentang ketentuan waktu dasarnya, yakni penanggalan Jawa. Pada awalnya, sistem kalender Jawa diciptakan oleh Kesulltanan Mataram. Lebih tepatnya adalah di masa pemerintahan raja ke-3, Sultan Agung.
Kerajaan Islam ini resmi menjadikan sistem penanggalan Jawa dan Masehi sebagai patokan waktu dalam kesehariannya ketika saat itu masyarakat di Jawa berpatokan dengan kalender Saka dari India yang dihitung dari pergerakan matahari.
Karena perhitungan yang berbeda, maka banyak kegiatan kerajaan yang waktunya tidak sama dengann perayaan hari besar Islam. Sultan Agung pun ingin agar perayaan Islam dan kerajaan bisa diselenggarakan secara bersamaan. Maka dari itu, dia mencoba untuk meneruskan tahun Saka dan menggantinya berdasarkan pergerakan bulan.
Sempat mengalami kerancuan dalam proses mengombinasikan keduanya, tetapi kalender Jawa sendiri memiliki keistimewaan. Pasalnya, ini adalah perpaduan dari penanggalan Islam, Hindu, dan Julian yang jadi patokan penahunan di negara Barat. Sejak saat itu, sistem kalender Jawa juga disebut dengan Kalender Sultan Agungan.
Kalender Masehi digunakan untuk urusan administrasi kerajaan yang diseragamkan dengan masyarakat dan warganya. Penggunaan kalender Jawa sendiri adalah untuk menentukan waktu saat akan menyelenggarakan upacara adat yang secara rutin dilakukan oleh kerajaan.
BACA JUGA: Daftar Suku Suku di Pulau Jawa, Ada Jawa, Sunda & Lainnya
Minggu di penanggalan Jawa
Sebelum Islam datang, jumlah hari menurut orang Jawa adalah dari 2 hari hingga 10 hari. Siklus ini terdiri dari:
- Dwiwara
- Triwara
- Caturwara
- Pañcawara
- Sadwara
- Saptawara
- Astawara
- Sangawara
Saptawara atau siklus tujuh hari dan pancawara atau siklus lima hari adalah yang masih dipakai di perhitungan hari di Jawa. Siklus lainnya masih dipakai di Bali dan Tengger Bromo.
Saptawara adalah sistem yang dihubungkan dengan sistem bulan dan bumi. Hari ini juga bersamaan dengan siklus mingguan di kalender Masehi. Ada Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu.
Dari tujuh siklus tersebut, terdapat gerakan bulan terhadap Bumi yang disebut dengan Solah. Solah sendiri adalah posisi bulan dan menentukann nama hari di Jawa.
- Radite = Ngahad melambangkan meneng atau diam
- Soma = Senen melambangkan maju
- Hanggara = Selasa melambangkan mundur
- Buda = Rebo melambangkan mangiwa atau bergerak ke kiri
- Respati = Kemis melambangkan manengen atau bergerak ke kanan
- Sukra = Jemuwah melambangkan munggah atau naik ke atas
- Tumpak = Set melambangkan tumurun atau bergerak turun
BACA JUGA: 8 Contoh Geguritan Bahasa Jawa Berbagai Tema Terlengkap
Hari Pasaran Jawa
Ketika Saptawara adalah penentu nama hari berdasarkan posisi bulan kepada bumi. Pancawara dijadikan patokan untuk pasaran. Legi, pahing, pon, wage, kliwon artinya adalah siklus yang dipercaya akan menentukan keberuntungan orang Jawa dalam berbisnis dan menentukan banyak pertimbangan yang esensial.
Kalender Jawa hari pasaran yang berpatokan dengan posisi bulan terdiri dari:
- Kliwon = Kasih melambangkan jumeneng atau berdiri
- Legi = Manis melambangkan mungkur atau berbalik arah ke belakang
- Pahing = Jenar melambangkan madep atau menghadap
- Pon = Palguna melambangkan sare atau tidur
- Wage = Cemengan melambangkan lenggah atau duduk
BACA JUGA: Tanggalan Jawa 2022 Terlengkap dengan Hari Pasaran & Wuku
Bulan di penanggalan Jawa
Sistem waktu untuk bulan dalam Bahasa Jawa diambil dalam nama bulan Jawa Islam. Sebagian diambil dari kalender Hijriah dari Bahasa Arab, Bahasa Sansekerta, Jawa, dan Bahasa Melayu. Berikut ini adalah nama sekaligus lama harinya.
- Sura 30 hari
- Sapar 29 hari
- Mulud atau Rabingulawal 30 hari
- Bakda Mulud atau Rabingulakir 29 hari
- Jumadil awal 30 hari
- Jumadil akhir 29 hari
- Rejeb 30 hari
- Ruwah (Arwah atau Saban) 29 hari
- Pasa (Puwasa, Siyam, atau Ramelan) 30 hari
- Sawal 29 hari
- Séla 30 hari
- Besar (Dulkahijjah) 29/30 hari
Selain bulannya, ternyata ada istilah dari Bahasa Jawa yang dijadikan sebagai sebutan lainnya. Berikut adalah ulasan lengkapnya.
- Warana = Sura artinya rijal
- Wadana = Sapar artinya wiwit
- Wijangga = Mulud artinya kanda
- Wiyana = Bakda Mulud artinya ambuka
- Widada = Jumadilawal artinya wiwara
- Widarpa = Jumadilakir artinya rahsa
- Wilapa = Rejeb artiya purwa
- Wahana = Ruwah artinya dumadi
- Wanana = Pasa artinya madya
- Wurana = Sawal artinya wujud
- Wujana = Séla artinya wusana
- Wujala = Besar artinya kothong
BACA JUGA: 12 Alat Musik Jawa Tengah Paling Poluler & Cara Memainkannya
Tahun di penanggalan Jawa
Windu
Menurut kalender Jawa, dalam satu tahun terdapat 354 3/8 hari. Siklus untuk melengkapi 8 tahun tersebut disebut dengan windu. Dalam satu windu terdapat 8 tahun yang memiliki sebutan dan jumlah harinya masing-masing.
- Alip = 354 3/8 = Taun Wastu
- Ehe = 355 hari = Taun Wuntu
- Jimawal = 354 3/8 = Taun Wastu
- Je = 354 3/8 = Taun Wastu
- Dal = 355 hari = Taun Wuntu
- Be = 354 3/8 = Taun Wastu
- Wawu = 354 3/8 = Taun Wastu
- Jimakir = 355 hari = Taun Wuntu
Empat windu
Empat windu memiliki umur 32 tahun di mana nama hari, pasaran, tanggal, dan bulan akan berulang dan sama atau disebut dengan tumbuk. Berikut siklusnya:
- Kuntara
- Sangara
- Sancaya
- Adi
Weton
Setelah memahami tentang patokan penanggalan Jawa hingga pengertian pasaran Jawa, dengan begini Sedulur akan lebih mudah untuk memahami definisi weton. Kata weton diambil dari Bahasa Jawa wetu yang berarti keluar atau lahir. Maka dari itu, weton adalah hari kelahiran yang berdasarkan perhitungan kelander Jawa.
Hari dan pasaran ini yang harus diingat oleh orang Jawa. Pasalnya, waktu tersebut yang akan menentukan hari besar yang akan dijalani oleh setiap orang. Mulai dari kecocokan jodoh, karakter, hingga tanggal pernikahan.
Dari penjelasan di atas, kamu akan mulai memahami siklus waktu yang menjadikan kalender Jawa sebagai patokan. Apakah kamu tertarik untuk tahu lebih banyak tentang tradisi Jawa lainnya?