Biografi Raden Saleh, Peloper Seni Lukis Modern Indonesia

Radel Saleh merupakan tokoh sejarah yang memiliki pengaruh besar, terutama dalam dunia seni melukis. Namanya kembali mencuat ketiak film ‘Mencuri Raden Saleh’ beredar di layar lebar. Film tersebut menjadi gerbang awal mengenal siapa itu Raden Saleh.

Dalam kesempatan ini, kita akan bahas bersama siapa itu Raden Saleh, mulai dari membahas kehidupannya hingga berbagai karya dan akhir hayatnya. Yuk, kita mulai pembahasan dengan membahas kehidupan awal Raden Saleh.

BACA JUGA: 18 Peristiwa Paling Berpengaruh dalam Sejarah, Wajib Tahu!

Kehidupan awal

DW

Memiliki nama lengkap Raden Saleh Sjarif Boestaman atau dikenal dengan nama Raden Saleh saja. Lahir di Semarang, di daerah Terboyo. Tahun kelahirannya masih simpang siur, ada yang menulis lahir pada tahun 1811 hingga 1814.

Warnen Kraus, kurator seni asal Jerman, menghabiskan waktu 25 tahun mempelajari semua karya lukisan Raden Saleh. Menurutnya, tahun 1811 merupakan tahun kelahiran yang tepat, karena sesuai dengan data bpada 1819 ketika berusia 8 tahun mulai bersekolah di Volkschool.

Raden Saleh lahir dari keluarga keturunan Jawa-Arab. Ayahnya bernama Sayyid Husen bin Alwi bin Awal bin Yahya merupakan seorang keturunan Arab, sedangkan Ibunya bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen merupakan keturunan Jawa ningrat tinggal di daerah Terboyo, Semarang.

Raden Saleh adalah cucu dari Sayyid Abdoellah Boestaman dari sisi Ibunya. Sejak usia 10 tahun, Raden Saleh telah diserahkan kepada pamannya Kyai Adipati Soero Menggolo yang saat itu menjabat sebagai bupati Semarang, ketika Indonesia masih berada di bawah pemerintahan Hindia Belanda.

Selain menjabat sebagai bupati, pamannya juga merupakan salah satu anggota Javaansch Weldading Genootschap (masyarakat filantropi), di mana sebagian anggotanya merupakan pejabat Belanda.

Kegemaran menggambar mulai menonjol sewaktu bersekolah di sekolah rakyat (Volks-School). Keramahannya bergaul memudahkannya masuk ke lingkungan orang Belanda dan lembaga-lembaga elite Hindia Belanda.

Seorang kenalannya, Prof. Caspar Reinwardt, pendiri Kebun Raya Bogor sekaligus Direktur Pertanian, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan untuk Jawa dan pulau sekitarnya, menilainya pantas mendapat ikatan dinas di departemennya.

Kebetulan di instansi itu ada pelukis keturunan Belgia, A.A.J. Payen yang didatangkan dari Belanda untuk membuat lukisan pemandangan di Pulau Jawa untuk hiasan kantor Departemen van Kolonieen di Belanda. Payen tertarik pada bakat Raden Saleh dan berinisiatif memberikan bimbingan.

Payen memang tidak menonjol di kalangan ahli seni lukis di Belanda, tetapi mantan mahaguru Akademi Senirupa di Doornik, Belanda, ini cukup membantu Raden Saleh mendalami seni lukis Barat dan belajar teknik pembuatannya, misalnya melukis dengan cat minyak.

Payen juga mengajak pemuda Saleh dalam perjalanan dinas keliling Jawa mencari model pemandangan untuk lukisan. Ia pun menugaskan Raden Saleh menggambar tipe-tipe orang Indonesia di daerah yang disinggahi.

Terkesan dengan bakat luar biasa anak didiknya, Payen mengusulkan agar Raden Saleh bisa belajar ke Belanda. Usul ini didukung oleh Gubernur Jenderal G.A.G.Ph. van der Capellen yang memerintah waktu itu (1819-1826), setelah ia melihat karya Raden Saleh.

Belajar ke Eropa

raden saleh
Suara

Seseorang yang berperan membuat Raden Saleh bisa berangkat ke Eropa adalah Van der Capellen. Saleh berangkat ke Belanda pada 1829. Di Eropa, Saleh menghabiskan waktu hampir 20 tahun lebih, untuk mempelajari seni, bahasa Belanda dan berhitung hingga litografi.

Raden Saleh pun dapat belajar selama dua tahun di Belanda berkat rekomendasi dari Payen serta dukungan Reinwardt dan Van der Capellen. Untuk belajar di Eropa, Raden Saleh disebut menerima beasiswa senilai 2.000 gulden dari pemerintah Hindia Belanda.

Keberadaan Raden Saleh di Eropa, mendorong mahasiswa Indonesia lainnya untuk datang dan belajar di Belanda. Aksi tersebut turut membuat Kerajaan Belanda khawatir, karena gagasan-gagasan yang dibicarakannya menentang kolonialisme di Nusantara.

Dilarang kembali ke Nusantara

Medium

Raden Saleh pun tidak diperkenankan untuk kembali ke Nusantara akibat kekhawatiran Belanda akan pecahnya gagasan dan kesadaran pribumi untuk merdeka. Maka dari itu, Saleh pun dipindahkan ke Den Haag dan belajar melukis lebih dalam lagi kepada Adnreas Schelfhout.

Selama belajar di sana, Raden Saleh menyalin karya para pelukis Belanda, khususnya lukisan Stier (Banteng) karya Potter. Lantaran senang belajar seni lukis di Eropa, Raden Saleh pun akhirnya menetap lebih dari dua tahun di Belanda. Ia selalu menolak ketika ditawari untuk kembali ke Jawa

Sementara itu, di Jawa tengah terjadi pemberontakan Pangeran Diponegoro, maka dari itu pada 1834 kerajaan Belanda mempertimbangkan permintaannya untuk tidak kembali ke Nusantara agar pemberontakan tidak menyebar.

Pada 1837, pemerintah Belanda kembali menangguhkan kepulangan Raden Saleh ke Jawa dan ia diberi waktu dua tahun lebih lama untuk tinggal di sana. Dua tahun kemudian, pada 1839, Raden Saleh pergi ke Jerman  untuk menimba ilmu melukis dengan status tamu kehormatan Kerajaan Jerman.

Menjadi pelukis Raja

raden saleh
Okezone

Pada 1844, Raden Saleh kembali ke Belanda dan sudah terkenal sebagai seorang pelukis besar. Bahkan, Raja Willem II pun menganugerahkan Bintang Eikenkroon, sebuah tanda penghargaan dari Luxemburg, kepada Raden Saleh.

Setelah itu, Raden Saleh diangkat sebagai pelukis istana atau pelukis raja oleh Raja Willem III. Raden Saleh sempat sebentar berada di Belanda sebelum hijrah ke Paris untuk menerima audiensi dari Raja Louis Philippe.

Ia juga berkenalan dengan seorang pelukis bernama Horace Bernet yang kemudian membawanya tinggal di Aljazair selama beberapa waktu. Hingga tidak terasa waktu yang dihabiskan di Eropa pun selama 20 tahun.

Kembali Ke Nusantara

Good News From Indonesia

Setelah bertahun-tahun menimba ilmu di Eropa, Raden Saleh pun kembali ke Jawa pada 1851. Ia sempat menikah dengan seorang perempuan Eropa bernama Winkelman yang memiliki tanah di Weltevreden (sekarang daerah Gambir).

Namun, pernikahan mereka tidak bertahan lama. Raden Saleh menceraikan Winkelman dan kemudian menikahi perempuan Jawa bernama Raden Ayu Danudirdja. Di Jawa, ketenaran Raden Saleh sebagai pelukis besar pun tetap terjaga.

Akan tetapi, di sisi lain, pemerintah kolonial tetap menaruh kecurigaan terhadap dia. Pada 1868, Raden Saleh sempat dituding terlibat dalam beberapa kerusuhan. Namun, tuduhan itu tidak berdasar dan membuat Raden Saleh kecewa.

Akhir hayat

raden saleh
Brain Academy

Pada tahun 1875, Raden Saleh sempat kembali ke Eropa bersama dengan istrinya. Bahkan kunjungannya ke Eropa khusus untuk mengunjungi Italia dan menghabiskan waktu bersama dengan istrinya di Eropa. Tahun 1978, Raden Saleh dan istrinya kembali ke Nusantara

Dua tahun selepas dari Eropa, pada 23 April 1880, Raden Saleh wafat yang disebabkan oleh terhambatnya aliran darah karena pengendapan yang terjadi di dekat jantung. Jasadnya dimakamkan di TPI Bondongan, Bogor, Jawa Barat.

Makam Raden Saleh

Okezone

Di atas nisannya, tertulis keterangan dari Kerajaan Belanda yang berbunyi:

Raden Saleh. Djoeroegambar dari Sri Padoeka Kandjeng Radja Wollanda Ridder de Orde van de Eiken Kroon, Kom Met De Ster Der Frans Joseph Orde, Ridder Der Kroon Orde van Pruissen, Ridder van den Witten Valk.”

Selepas kepergian Raden Saleh, rumah istana yang dimilikinya dibeli oleh Ratu Emma dan dijadikan rumah sakit. Rumah Sakit itupun bertahan hingga sekarang yaitu Rumah Sakit PGI Cikini. Selain itu, sebagian halaman rumah Raden Saleh pun dihibahkan menjadi kebun binatang yang saat ini menjadi bagian dari kawasan Taman Ismail Marzuki.

Karya-karya Raden Saleh

raden saleh
Brain Academy

Terdapat beberapa karya Raden Saleh yang terkenal hingga Eropa. Salah satu yang terkenal saat ini yaitu lukisannya tentang penangkapan Pangeran Diponegoro (1857) sebagai respon terhadap lukisan yang dibuat oleh Kerajaan Belanda.

Dalam lukisan tersebut, Raden Saleh menunjukan bahwa Pangeran Diponegoro memiliki pose yang tegap dan gagah berani keluar dibawa oleh Belanda. Sementara dalam lukisan versi Belanda, Pangeran Diponegoro digambarkan lunglai, lemas dan pasrah.

Diduga Saleh melihat lukisan Pieneman tersebut saat ia tinggal di Eropa. Seakan tidak setuju dengan gambaran Pieneman, Raden memberikan sejumlah perubahan signifikan pada lukisan versinya; Pieneman menggambarkan peristiwa tersebut dari sebelah kanan, Saleh dari kiri.

Sementara Pieneman menggambarkan Diponegoro dengan wajah lesu dan pasrah, Saleh menggambarkan Diponegoro dengan raut tegas dan menahan amarah. Pieneman memberi judul lukisannya Penyerahan Diri Diponegoro, Saleh memberi judul Penangkapan Diponegoro.

Diketahui bahwa Saleh sengaja menggambar tokoh Belanda di lukisannya dengan kepala yang sedikit terlalu besar agar tampak lebih mengerikan. Perubahan-perubahan ini dipandang sebagai rasa nasionalisme pada diri Saleh akan tanah kelahirannya di Jawa.

Hal ini juga dapat terlihat pada busana pengikut Diponegoro. Pieneman sendiri tidak pernah ke Hindia Belanda, dan karena itu ia menggambarkan pengikut Diponegoro seperti orang Arab. Gambaran Saleh cenderung lebih akurat, dengan kain batik dan blangkon yang terlihat pada beberapa figur.

Saleh juga menambahkan detail menarik, ia tidak melukiskan senjata apapun pada pengikut Diponegoro, bahkan keris Diponegoro pun tidak ada. Ini menunjukkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada bulan Ramadhan, karena itu Pangeran dan pengikutnya datang dengan niat baik.

Setelah selesai dilukis pada 1857, Saleh mempersembahkan lukisannya kepada Raja Willem III di Den Haag. Penangkapan Pangeran Diponegoro baru pulang ke Indonesia pada 1978. Kepulangan lukisan tersebut merupakan perwujudan janji kebudayaan antara Indonesia-Belanda pada 1969, tentang kategori pengembalian kebudayaan milik Indonesia yang diambil, dipinjam, dan dipindahtangan ke Belanda pada masa lampau.

Namun dari itu, lukisan Penangkapan tidak termasuk ketiga kategori tersebut, karena sejak awal Saleh memberikannya kepada Raja Belanda dan tidak pernah dimiliki Indonesia. Lukisan tersebut akhirnya diberikan sebagai hadiah dari Istana Kerajaan Belanda dan sekarang dipajang di Istana Negara, Jakarta.

Lukisan Raden Saleh ingin menyampaikan bahwa sebagai sebuah bangsa, penduduk pribumi merupakan bangsa yang berani melawan penjajahan. Selain lukisan ini, terdapat beberapa lukisan Raden Saleh lainnya yaitu La Chasse au Taureau Sauvage 1955, The Deer Hunt 1846, The Lion Hunt 1841, Antara Hidup dan Mati 1870.

BACA JUGA: Menarik Diketahui! Sejarah Hari Valentine Beserta Asal-Usulnya

Fakta seputar Raden Saleh

Hypeabis

Berikut ini adalah fakta singkat seputar Raden Saleh yang diambil sebagai intisari dari penjelasan lengkap di atas. Berikut ini daftar faktar dari pelukis terkenal Indonesia di masa lalu:

  • Tinggal dan menetap di Eropa selama 25 tahun
  • Kembali ke Nusantara setelah mendapatkan gelar kehormatan sebagai Pelukis Sang Raja dari Raja Willem.
  • Salah satu seorang ilmuwan dan merupakan anggota pertama KITLV (Koninklijk Instituut Voor taal – Land – en Volkenkunde) pada tahun 1851. KITLV merupakan lembaga penelitian milik Kerajaan Belanda.
  • Sepupu Raden Saleh adalah anak dari Bupati Semarang yang ikut terlibat perang bersama Pangeran Diponegoro.
  • Raden Saleh menunjukan perlawanan melalui seni. Selain itu, melalui seni pula Raden Saleh menunjukan bahwa masyarakat Jawa tidak kalah unggul dengan Bangsa Eropa.

Nah itulah pembahasan lengkap tentang Raden Saleh, sosok seniman dan pelukis Nusantara yang menunjukan perlawanannya melalui seni dan lukisan. Dari karya-karyanya, ada semangat perjuangan yang ikut mengusir penjajah Belanda.

Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar.

Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah.