Gratifikasi adalah? Ini Pengertian, Dasar Hukum dan Contohnya

Gratifikasi adalah suatu tindakan ilegal yang melanggar hukum negara Indonesia. Hal ini merupakan cikal-bakal dari terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Apabila Sedulur sering menyimak berita di televisi atau kanal-kanal berita pada internet, intensitas pemberitaan kasus korupsi di Indonesia tergolong cukup tinggi.

Dari 180 negara-negara yang ada, Indonesia setidaknya termasuk dalam peringkat ke-96 sebagai negara terkorup di dunia. Kalau begitu, sebenarnya apa itu gratifikasi yang menjadi awalan tindakan korupsi? Yuk, simak ulasannya di bawah ini!

BACA JUGA: Pengertian Hukum: Tujuan, Unsur, Fungsi & Jenis-jenisnya

Pengertian gratifikasi adalah

gratifikasi adalah
Lightfield Studios

Merujuk kepada Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001, gratifikasi adalah tindakan pemberian yang memiliki arti luas seperti pemberian uang, barang, rabat (potongan harga), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan gratis, serta fasilitas-fasilitas lainnya. Pemberian tersebut diberikan kepada pejabat penyelenggara negara dan pegawai negeri, misalnya menteri, bupati, walikota, bahkan kepada pegawai BUMN dan BUMD, maupun anggota TNI dan Polri.

Lebih lanjut lagi, contoh gratifikasi adalah pemberian yang dilakukan di dalam negeri maupun luar negeri, termasuk yang dilakukan dengan perantara sarana elektronik maupun tanpa sarana elektronik. Secara garis besar, tujuan gratifikasi adalah memengaruhi keputusan seseorang sebagai pejabat publik. Biasanya, kegiatan tersebut terjadi dengan unsur gratifikasi adalah relasi kuasa atau conflict of interest.

Pasal 12B tersebut sayangnya tidak akan berlaku pada penerima gratifikasi kecuali jika si penerima melaporkan sang pemberi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK). Tidak berlakunya pasal disebutkan dalam Pasal 12C UU No. 20 Tahun 2001. Bunyinya, “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat 1 tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.”

Peraturan tentang gratifikasi

gratifikasi adalah
Wikipedia

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia, terdapat beberapa peraturan yang berkaitan dengan tindakan gratifikasi ini. Di bawah ini merupakan penjelasan lengkap pasal-pasal yang telah disinggung pada pembahasan sebelumnya.

  • Pasal 12B Ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 juncto (jo) UU No. 20 Tahun 2001, yang berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.”
  • Pasal 12C Ayat 1 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001, berbunyi “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat 1 tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.”

Sanksi bagi penerima gratifikasi adalah sebagai berikut.

  • Pasal 12B Ayat 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001, menjelaskan bahwa hukumannya adalah “Didenda dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000 (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar).”

Sebagai tambahan referensi, mengutip dari lanjutan pasal yang telah dijelaskan sebelumnya, hukuman juga berlaku bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji. Ia tetap menerima padahal ia sendiri tahu betul atau telah menduga hadiah maupun janji tersebut diberikan untuk memengaruhinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Pegawai negeri maupun penyelenggara negara yang memiliki niat untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau menyalahgunakan kekuasaan yang ia miliki dengan memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, serta menerima bayaran dengan potongan, untuk mengerjakan sesuatu bagi pegawai negeri maupun penyelenggara negara tersebut terancam akan mendapatkan sanksi yang tertera pada Pasal 12B Ayat 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001.

Prinsip dasar dalam pengendalian gratifikasi

gratifikasi adalah
Depositphotos

Terdapat sebuah prinsip dasar berkenaan dengan gratifikasi yang sepatutnya dipegang secara teguh dan profesional oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara. Prinsip dasar pengendalian gratifikasi adalah tidak menerima gratifikasi, tidak memberi gratifikasi, dan juga menolak pemberian gratifikasi yang ada hubungannya dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas serta kewajibannya.

BACA JUGA: Integritas: Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi, dan Manfaatnya

Negative list dari gratifikasi

gratifikasi adalah
FaktualNews.co

Adanya peraturan tentang gratifikasi ini bukan berarti setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara sama sekali tidak boleh menerima hadiah apa pun dari semua pihak. Tetapi, terdapat kegiatan gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan. Jenis-jenis pemberian tersebut tercantum pada negative list. Pemberian dan hadiah yang tidak termasuk dalam gratifikasi adalah sebagai berikut.

  • Pemberian yang dilakukan oleh anggota keluarga seperti kakek, nenek, ayah, ibu, mertua, suami, istri, anak, menantu, cucu, besan, paman, bibi, kakak, adik, ipar, sepupu, dan keponakan. Tetapi perlu diingat, pemberian tersebut tidak boleh mengandung conflict of interest (COI) yang berhubungan dengan jabatan, bertentangan dengan kewajiban sebagai pegawai negeri maupun penyelenggara negara, atau di masa yang akan datang dapat memengaruhi objektivitas pegawai negeri serta penyelenggara negara yang bersangkutan.
  • Hadiah tanda kasih atau suka cita, pesta, keagamaan atau adat istiadat. Tetapi hadiah tersebut harus bernilai maksimal Rp1.000.000 (satu juta) per pemberian.
  • Pemberian terkait duka cita/musibah, harus bernilai maksimal Rp1.000.000 (satu juta) per pemberian atau per kejadian duka cita/musibah.
  • Hidangan atau sajian yang umumnya juga berlaku kepada khalayak umum.
  • Pemberian sesama pegawai tidak dalam bentuk uang atau tidak berbentuk setara uang, maksimal Rp200.000 (dua ratus ribu) per pemberi, adapun total maksimal Rp1.000.000 (satu juta) per tahun dari pemberi yang sama.
  • Pemberian dalam rangka pisah sambut, pensiun, promosi jabatan, atau ulang tahun sesama pegawai, maksimal Rp300.000 (tiga ratus ribu) per pemberi, adapun total maksimal Rp1.000.000 (satu juta) per tahun dari pemberi yang sama.
  • Pemberian karena prestasi akademis maupun nonakademis.
  • Pembagian dividen atau manfaat dari keanggotaan koperasi yang biasanya juga berlaku kepada khalayak umum.
  • Hadiah atau tunjangan yang diberikan oleh pemerintah dan sesuai dengan peraturan di dalam perundang-undangan.
  • Hadiah dari kegiatan kontes atau kompetisi terbuka yang diselenggarakan oleh suatu instansi atau lembaga lain berdasarkan penunjukan dan penugasan resmi.
  • Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi, dan saham yang biasanya juga berlaku kepada khalayak umum.
  • Peralatan seminar, goody bag, atau gimmick dari suatu kegiatan resmi kedinasan yang biasanya juga berlaku kepada khalayak umum dan diberikan kepada peserta sesuai dengan ketentuan.
  • Kompensasi pendapatan atas profesi di luar kedinasan, yang tidak terkait tugas pokok dan fungsi, serta tidak ada konflik kepentingan juga tidak melanggar aturan internal pegawai.
  • Plakat, vendel, goody bag, atau gimmick dari panitia seminar, lokakarya, pelatihan yang diterima oleh pegawai, pejabat instansi, dan lembaga lain berdasarkan penunjukan dan penugasan resmi.
  • Pemberian berupa honor dan insentif, baik dalam bentuk uang maupun setara dengan uang. Pemberian dilakukan untuk kompensasi atas pelaksanaan tugas sebagai pembicara, narasumber, konsultan, dan fungsi serupa lainnya yang diterima oleh pegawai, pejabat instansi, maupun lembaga lain berdasarkan penugasan resmi.
  • Fasilitas transportasi, akomodasi, uang saku, jamuan makan, cinderamata dari pegawai atau instansi lain. Fasilitas tersebut harus berdasarkan penunjukan dan penugasan resmi. Dengan catatan, jika pegawai negeri dan penyelenggara negara meragukan niat di balik pemberian fasilitas tersebut, maka ia dapat berkonsultasi dan berkoordinasi dengan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) untuk dilakukan penilaian.

Gratifikasi pada hari raya atau hari besar keagamaan

Suara Merdeka Jakarta

Pada hari raya atau hari besar keagamaan, tidak jarang seseorang untuk menerima hadiah maupun memberikan hadiah dalam rangka perayaan. Perayaan hari raya atau hari besar keagamaan sangat penting perannya dalam menumbuhkan identitas nasionalisme bangsa kita. Terlebih lagi, ketika mengingat fakta bahwa negara Indonesia memiliki bermacam-macam budaya serta enam agama resmi.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa perayaan suka cita tersebut tidak dilakukan secara berlebihan. Seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak sepatutnya untuk meminta, memberi, atau menerima gratifikasi yang ada hubungannya dengan jabatan dan posisi mereka dari masyarakat. Peraturan tersebut telah dijelaskan secara gamblang dalam Surat Edaran No. 13 Tahun 2021, yang diterbitkan pada 28 April 2021 oleh KPK.

BACA JUGA: Mengenal 4 Fungsi Pajak bagi Pembangunan Negara

Gratifikasi menurut agama

Pexels

Salah satu peran agama dalam kehidupan kita adalah sebagai pembatas antara tindakan yang baik dan tindakan yang buruk. Tindakan gratifikasi adalah dosa yang telah diatur dalam agama Islam, Kristen, dan Katolik. Berikut merupakan penjelasan gratifikasi dari sudut pandang agama.

  • QS Al Baqarah, ayat 188, menjelaskan “Dan Janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat dosa), padahal kamu mengetahui.”
  • Sebuah hadis dalam Islam, dari Usamah bin Malik, Rasulullah SAW bersabda, “Hadiah itu dapat menghilangkan pendengaran, menutup hati dan penglihatan.”
  • Sebuah hadits dalam Islam, yang diriwayatkan oleh Muslim, “Barangsiapa yang kami limpahi tugas atas suatu pekerjaan, hendaknya ia menyerahkan semua yang ia peroleh sedikit pun atau banyaknya. Selanjutnya imbalan apa pun yang (kami) berikan kepadanya atas pekerjaannya itu, silakan ia ambil. Sedangkan segala yang ia dilarang darinya, hendaknya ia tidak mengambilnya.”
  • Dari Ulangan 16:19, “Janganlah memutarbalikkan keadilan, janganlah memandang bulu dan janganlah menerima suap, sebab suap membuat buta mata orang-orang bijaksana dan memutar balikkan perkataan orang-orang yang benar.”
  • Dari Keluaran 23:8, “Suap janganlah kau terima, sebab suap membuat buta mata orang-orang yang melihat dan memutarbalikkan perkara orang-orang yang benar.”
  • Dari Matius 6:2, “Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang-orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.”

Unit Pengendalian Gratifikasi

Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa

UPG atau Unit Pengendalian Gratifikasi adalah sebuah lembaga unit yang dibentuk oleh menteri, pimpinan lembaga pemerintah, gubernur, maupun bupati atau walikota untuk mengendalikan kegiatan gratifikasi dalam sebuah sistem pemerintahan. Dalam sistem tersebut, UPG berkedudukan pada level inspektorat dalam kementerian atau pemerintah daerah. Peraturan-peraturan yang mendasari terbentuknya Unit Pengendalian Gratifikasi adalah sebagai berikut.

  • Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Pemerintah Daerah.
  • Instruksi Presiden No. 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Berdasarkan dua peraturan di atas tadi, UPG memiliki bermacam-macam tugas terkait dengan gratifikasi, 5 tugas di antaranya adalah di bawah ini.

  • Sebagai tempat aduan untuk tindakan gratifikasi dari pegawai. Laporan tersebut harus dilengkapi dengan bukti-bukti dan dokumen terkait.
  • Melakukan penyelidikan terkait laporan gratifikasi, kemudian memberikan rekomendasi apakah laporan tersebut cukup kuat dan dapat diteruskan ke KPK untuk diproses atau diselesaikan secara internal oleh UPG.
  • Menindaklanjuti laporan yang sebelumnya telah diberikan kepada KPK. Gunanya adalah untuk mendapat penetapan status, dari kegiatan penerimaan atau pemberian gratifikasi menjadi kegiatan suap menyuap.
  • Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan KPK terkait dengan laporan gratifikasi dari pegawai.
  • Memberikan informasi dan data teraktual yang berkaitan dengan perkembangan sistem pengendalian gratifikasi oleh UPG kepada pimpinannya (menteri, gubernur, bupati, atau walikota).

Selain kelima tugas tersebut, UPG juga memiliki peran aktif dalam kegiatan diseminasi gratifikasi. Diseminasi yang dimaksud adalah kegiatan penyuluhan informasi dan aturan tentang gratifikasi kepada seluruh pegawai dan stakeholder terkait. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman pengendalian gratifikasi, meningkatkan kesadaran kolektif bahwa gratifikasi adalah tindakan melawan hukum, sekaligus menumbuhkan sikap anti-gratifikasi.

Sedulur, itu tadi merupakan pembahasan singkat terkait gratifikasi. Mulai dari undang-undang yang mengatur tentang tindakan gratifikasi, prinsip-prinsip dasarnya, hingga organisasi yang mengawasi kegiatannya dalam sistem pemerintahan.

Gratifikasi adalah suatu tindakan yang menjadi awal mula dari kegiatan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kegiatan korupsi gratifikasi adalah pelanggaran hukum seperti yang tertera pada Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 dan Pasal 12C UU No. 20 Tahun 2001.

Sudah sepatutnya sebagai warga negara yang baik, Sedulur dapat memulai untuk menjauhi contoh gratifikasi korupsi seperti aktivitas memberi dan menerima sesuatu yang dikategorikan sebagai gratifikasi. Mulai tingkatkan kesadaran bahwa kegiatan tersebut akan berdampak buruk bagi masa depan Indonesia. Selalu katakan “tidak” pada korupsi!

Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar. Yuk, unduh aplikasinya di sini sekarang!

Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah. Langsung restok isi tokomu di sini aja!