Hampir setiap suku di Indonesia memiliki hasil kebudayaan berupa rumah adat atau rumah tradisional. Satu di antaranya ialah suku Dani di Papua yang memiliki rumah honai sebagai tempat tinggal mereka. Rumah honai memiliki ciri khas berupa atapnya yang berbentuk setengah bola sehingga terlihat seperti jamur.
Selain memiliki bentuk yang khas, rumah honai ternyata juga menyimpan filosofi dan sejarah tersendiri. Ingin mengenal lebih jauh tentang rumah adat satu ini? Berikut Super telah merangkum informasi selengkapnya, khusus untuk Sedulur.
BACA JUGA: 7 Keunikan Rumah Adat Tambi dari Provinsi Sulawesi Tengah
Mengenal rumah honai
Rumah honai adalah rumah adat suku Dani yang bermukim di Lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Mengutip dari laman Indonesia.go.id, rumah honai biasa ditemukan di lembah-lembah terutama pada ketinggian 1.600 – 1.700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Lantaran berada di lingkungan dengan suhu dingin, suku Dani membangun rumah secara rapat dengan rangka kayu berdinding anyaman dan atap jerami.
Rumah honai sendiri memiliki ciri khas berupa bentuknya yang mungil dengan atap jerami yang disusun seperti setengah bola atau kerucut. Hal ini menyebabkan rumah honai terlihat seperti jamur dari ketinggian. Tak hanya itu, rumah adat yang juga kerap disebut rumah bundar ini hanya memiliki satu pintu kecil tanpa adanya jendela ataupun ventilasi. Penjelasan tentang keunikan rumah honai akan diuraikan lebih lengkap pada poin berikutnya.
BACA JUGA: 9 Keunikan Rumah Adat Baileo dari Maluku & Maluku Utara
Ciri khas rumah honai
Secara umum, rumah honai dibangun dengan lantai tanah berlapis jerami, dinding anyaman yang dibentuk melingkar, dan atap jerami berbentuk kerucut atau setengah bola sehingga bangunan tersebut terlihat seperti jamur. Apalagi rumah honai memiliki ukuran yang terbilang cukup kecil dan tingginya hanya 2,5 meter. Meski begitu, rumah ini bisa menampung 5 – 10 orang.
Menariknya lagi, honai yang terlihat mungil ini ternyata memiliki dua lantai dengan fungsi berbeda. Masih mengutip dari Indonesia.go,id, lantai pertama difungsikan sebagai tempat tidur. Sementara lantai dua digunakan untuk bersantai, makan, aktivitas keluarga lainnya. Adapun di bagian tengah rumah dibuat sebuah galian tanah sebagai tungku untuk menghangatkan tubuh di malam hari.
Suku Dani membangun rumah honai di dalam kompleks pemukiman yang disebut silimo. Dikutip dari buku Rumah Bundar (2018) dan Bimo Profesor Honai (2018) pada laman Kemdikbud, terdapat sejumlah bangunan di kompleks tersebut, termasuk honai yang digunakan sebagai tempat tinggal kaum laki-laki. Biasanya, rumah untuk laki-laki terletak di bagian paling depan. Selain itu juga terdapat bangunan lainnya, seperti ebei atau rumah honai untuk perempuan, pilamo yang merupakan tempat untuk mendidik remaja laki-laki, kandang babi yang disebut wamdabu atau wamai, dan hunila atau dapur yang digunakan sebagai tempat memasak.
BACA JUGA: 7 Keunikan Rumah Adat Lamin Asal Kalimantan Timur
Filosofi dan asal-usul
Selain berfungsi sebagai tempat tinggal, honai ternyata memiliki makna filosofis atau nilai-nilai yang tak kalah menarik untuk disimak. Berikut beberapa nilai yang terkandung pada kebudayaan rumah honai.
Pertama, bentuk rumah honai yang terlihat bundar melambangkan rasa kesatuan dan persatuan yang tinggi termasuk untuk mempertahankan budaya yang diwariskan oleh para leluhur.
Kedua, rumah honai melambangkan hubungan kekerabatan yang luas. Dengan tinggal bersama-sama di dalam honai, semua orang akan sehati, sepikir dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
Ketiga, rumah honai juga menjadi simbol dari kepribadian serta martabat dari leluhur yang harus dijaga oleh keturunan atau anak cucu mereka di kemudian hari.
Asal-usul rumah honai
Sementara, asal-usul rumah honai terbilang cukup unik. Sebab, bentuk rumah ini disebut terinspirasi dari sarang burung.
Menurut catatan sejarah, orang-orang suku Dani biasa tinggal di bawah pohon-pohon besar sebelum mengenal rumah honai. Suku Dani sendiri diketahui hidup secara nomaden atau kerap berpindah tempat dan sangat bergantung pada alam. Oleh karena itu, mereka juga belajar untuk bertahan hidup dari alam.
Hingga suatu ketika, mereka memperhatikan burung-burung yang sedang membuat sarang. Cara para burung membuat sarang dari ranting kayu dan rumput kering yang disusun membentuk lingkaran seperti bola ternyata mengilhami suku Dani untuk membuat tempat tinggal dengan bentuk serupa.
Dari pengamatan tersebut, mereka lantas belajar membangun rumah sebagai tempat berlindung dari cuaca panas dan dingin maupun hujan. Rumah tersebut dibuat dari bahan-bahan yang tersedia di alam yang kemudian dikenal sebagai rumah honai atau onai.
BACA JUGA: Rumah Adat Aceh: Sejarah, Ciri, Filosofi & Struktur Bangunannya
Bahan dan proses pembuatan
Rumah honai yang terinspirasi dari sarang burung memiliki bentuk cukup unik jika dibandingkan dengan rumah modern. Selain itu, rumah adat satu ini juga hanya memiliki satu pintu di sisi depan tanpa adanya jendela atau ventilasi.
Pada mulanya, honai dibuat dari bahan-bahan alami dan tidak menggunakan paku. Melainkan hanya disusun dan diikat sehingga dapat terbentuk rangka hingga dinding dan atap. Sebelum dikenal alat-alat pertukangan seperti saat ini, masyarakat suku Dani biasanya membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun untuk mengumpulkan bahan. Namun kini hal itu bisa dilakukan hanya dalam satu bulan. Adapun berikut bahan-bahan yang biasa digunakan suku Dani untuk membuat rumah.
- Papan cincang, yakni papan yang kedua ujungnya dibuat runcing seperti tombak dan berfungsi sebagai dinding.
- Balok kayu untuk tiang utama.
- Kayu buah untuk rangka penutup atap.
- Lokop atau pinde, berbentuk seperti bambu kecil dan panjang yang berfungsi sebagai alas tempat tidur.
- Rumput alang-alang atau jerami untuk atap.
- Tali rotan yang berasal dari akar pohon atau tanaman sulur-suluran sebagai tali pengikat.
Masyarakat suku Dani akan bergotong royong untuk membangun honai. Mereka biasanya juga akan melakukan tradisi makan bersama atau bakar batu selama proses pembangunan.
Proses pembuatan honai sendiri dimulai dengan menggali tanah sebagai tempat meletakkan tiang utama. Tiang yang diletakkan tepat di tengah rumah ini menjadi penopang bangunan. Berikutnya, dibuat galian tanah di sekitar tiang dengan membentuk lingkaran. Pada galian tersebut ditancapkan papan cincang yang diikat dengan tali rotan untuk membuat rangka dinding.
Setelah tiang dan dinding honai selesai dibuat, proses pembangunan dilanjutkan dengan memasang rangka atap dengan cara mengikat kayu buah pada tiang utama dan dinding honai. Kayu buah tersebut disusun secara melingkar seperti payung yang nantinya menjadi tempat untuk mengikat alang-alang.
Adapun sebelum dipasang, alang-alang akan diikat seperti sapu lidi dan diasapi. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemasangan alang-alang pada rangka atap sekaligus membuatnya lebih tahan lama. Alang-alang ini sendiri dipasang pada rangka dengan cara mengikatnya menggunakan tali rotan.
Terakhir, suku Dani biasa membuat tungku api di dalam honai. Tungku ini digunakan untuk menghangatkan tubuh pada malam hari mengingat mereka tinggal di daerah pegunungan yang identik dengan cuaca dingin. Selain itu, mereka juga biasa membuat alas tidur dari lokop atau pinde yang dianyam seperti tikar.
Itu dia penjelasan tentang rumah honai yang merupakan rumah adat suku Dani di Papua. Telah diketahui bahwa selain menjadi tempat tinggal, rumah yang berbentuk seperti jamur ini ternyata juga menyimpan nilai filosofis tersendiri, ya, Sedulur!
Mau belanja bulanan nggak pakai ribet? Aplikasi Super solusinya! Mulai dari sembako hingga kebutuhan rumah tangga tersedia lengkap. Selain harganya murah, Sedulur juga bisa merasakan kemudahan belanja lewat handphone. Nggak perlu keluar rumah, belanjaan pun langsung diantar.
Bagi Sedulur yang punya toko kelontong atau warung, bisa juga lho belanja grosir atau kulakan lewat Aplikasi Super. Harga dijamin lebih murah dan bikin untung makin melimpah.