Apakah Sedulur menjadi salah seorang yang berniat untuk melaksanakan ibadah kurban pada hari raya Idul Adha mendatang? Sebelum Sedulur melaksanakan ibadah kurban, sebaiknya Sedulur memperhatikan syariat yang dianjurkan saat melaksanakan ibadah kurban tersebut.
Salah satu syariat tersebut yaitu mengenai sebuah larangan untuk memotong kuku sebelum melaksanakan kurban. Selain itu, larangan memotong rambut pun berlaku bagi orang-orang yang berniat untuk hadyu atau memotong hewan kurban.
Menurut sebuah publikasi dalam Jurnal Pendidikan Agama Islam – Ta’lim, kurban merupakan salah satu bentuk pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya yang menunjukkan kedekatan dan ketaqwaan. Seiring dengan itu, kurban hukumnya sunnah mu’akkad bagi orang Islam yang mampu.
Hukum berkurban bisa menjadi wajib jika dalam bentuk kurban karena nazar atau janji. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa hukum kurban adalah wajib. Mereka menggunakan dasar hukum dari hadis Rasulullah Saw. sebagai berikut:
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang memiliki kemampuan, tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami” (HR. Ahmad).
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terdahulu mengenai boleh atau tidaknya potong kuku dan rambut bagi orang yang ingin melakukan qurban. Berikut ini adalah beberapa penjelasan yang dirangkum dari berbagai sumber.
BACA JUGA: Tradisi Unik Perayaan Lebaran Idul Adha
Berawal dari satu hadist
Perbedaan pendapat mengenai hukum potong kuku sebelum kurban dan rambut juga telah didiskusikan oleh ulama terdahulu. Mereka berbeda dalam menafsirkan hadits dan menghubungkannya dengan praktik kurban.
Adanya perbedaan pendapat tersebut, berawal dari berbeda dalam menafsirkan hadits Ummu Salamah, dirinya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Apabila sepuluh hari pertama Dzulhijjah telah masuk dan salah seorang di antara kamu hendak berkurban hewan ternak, maka janganlah menyentuh rambut dan kulit sedikit pun, sampai (selesai) berkurban hewan ternak.” (HR Ibnu Majah, Ahmad, dan lain-lain)
Beberapa ulama memahami larangan memotong kuku dan rambut sebagai bagian dari persiapan dan penghormatan terhadap ibadah kurban. Menjaga kuku dan rambut tetap utuh dianggap sebagai wujud penghormatan terhadap hewan kurban yang akan disembelih.
Sementara itu, pendapat lain berpendapat bahwa larangan tersebut berlaku khusus bagi hewan kurban, bukan untuk orang yang akan melaksanakan kurban. Mereka berargumen bahwa kesucian dan keterkaitan antara potong kuku dan rambut dengan ibadah kurban tidak terjalin secara langsung.
1. Pendapat pertama dari hadist tersebut
Dalam konteks berqurban, Nabi Muhammad SAW melarang orang yang ingin berqurban untuk memotong kuku dan rambutnya mulai dari awal bulan Dzulhijjah hingga setelah penyembelihan qurban dilakukan. Namun, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai makna dan implikasi kenapa tidak boleh potong kuku dan rambut saat qurban. Beberapa ulama memandangnya sebagai haram, makruh, atau mubah.
Mulla ‘Ali al-Qari, seorang ulama ahli hadits yang mengikuti mazhab Hanafi, dalam kitabnya Mirqatul Mafatih, menyimpulkan perbedaan tersebut Menurutnya:
Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat kenapa tidak boleh potong kuku dan rambut saat qurban disunnahkan hingga selesai penyembelihan. Jika seseorang memotong kuku atau rambut sebelum penyembelihan, maka tindakan tersebut dianggap makruh.
Sementara itu, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa memotong kuku dan rambut bagi orang yang berqurban hanyalah mubah, artinya boleh dilakukan dan tidak dianggap makruh jika dipotong, namun juga tidak disunnahkan jika tidak dipotong. Sedangkan Imam Ahmad berpendapat kenapa tidak boleh potong kuku dan rambut saat qurban diharamkan.
Penting untuk dicatat bahwa perbedaan pendapat ini adalah perbedaan dalam bidang khilafiyah (perbedaan pendapat) di antara para ulama mazhab. Setiap mazhab memiliki dasar dan argumentasinya sendiri dalam menentukan hukum terkait potong kuku dan rambut dalam konteks berqurban. Oleh karena itu, sebaiknya seseorang berkonsultasi dengan ulama yang dipercaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas mengenai praktik qurban sesuai dengan mazhab yang dianut.
2. Pendapat kedua dari hadist tersebut
Pendapat kedua menyatakan bahwa larangan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW berhubungan dengan memotong bulu dan kuku hewan qurban, bukan bulu atau kuku orang yang ingin berqurban. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa bulu, kuku, dan kulit hewan qurban akan menjadi saksi di hari akhirat.
Meskipun pendapat ini tidak populer dalam kitab fikih, terutama fiqh klasik, beberapa ulama seperti almarhum Kyai Ali Mustafa Yaqub memperkuat pendapat kedua ini. Dalam kitabnya “At-Thuruq Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah”, Kyai Ali mengutip riwayat ‘Aisyah yang menyatakan bahwa berqurban adalah salah satu amalan yang sangat dicintai oleh Allah pada hari Idul Adha. Riwayat ini mengindikasikan bahwa hewan qurban akan hadir di hari kiamat bersama tanduk, bulu, dan kukunya. Selain itu, hadits riwayat al-Tirmidzi juga menyatakan bahwa setiap helai rambut (bulu hewan qurban) adalah kebaikan.
Berdasarkan pertimbangan dari kedua hadits tersebut, Kyai Ali menyimpulkan bahwa yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW bukanlah memotong rambut dan kuku orang yang berqurban, tetapi memotong bulu dan kuku hewan qurban. Hal ini karena rambut dan kuku hewan tersebut akan menjadi saksi di akhirat.
BACA JUGA: 10 Tradisi Hari Raya Idul Fitri yang Khas di Indonesia
Pendapat lain dari hadits
Tentang larangan kenapa tidak boleh potong kuku dan rambut saat qurban, terdapat beberapa penjelasan yang lebih rinci dari ulama dan hadist yang sebagaimana berikut:
1. Larangan berdasarkan hadits Ummu Salamah
Hadis yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melarang memotong kuku dan rambut bagi orang yang ingin berkurban setelah memasuki sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Ini menunjukkan bahwa larangan ini berlaku pada periode tertentu sebelum pelaksanaan kurban.
2. Implikasi dan tujuan larangan
Pendapat ulama berkisar pada implikasi dan tujuan di balik larangan tersebut. Beberapa ulama berpendapat bahwa tujuan larangan ini adalah untuk menunjukkan kekhususan dan kesucian periode persiapan kurban. Larangan memotong kuku dan rambut di sini lebih bersifat simbolis, menandakan kesiapan dan kesungguhan dalam melaksanakan ibadah kurban.
3. Perbedaan pendapat ulama
Terjadi perbedaan pendapat di antara ulama dalam menafsirkan larangan ini. Beberapa ulama, seperti Imam Malik dan Imam Syafi’i, menganggap larangan ini sunnah, sehingga disarankan untuk tidak memotong kuku dan rambut bagi orang yang ingin berkurban sampai kurban dilaksanakan. Jika seseorang melakukannya, maka dianggap sebagai perbuatan makruh (yang tidak dianjurkan, tetapi tidak berdosa).
Namun, ada juga pendapat dari Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa memotong kuku dan rambut adalah mubah (boleh), tidak dilarang secara khusus. Menurut pandangan ini, tidak ada larangan yang berlaku terkait potongan kuku atau rambut sebelum pelaksanaan kurban.
4. Makna dan signifikansi Hadits
Selain hadist dari Ummu Salamah, ada juga hadis lain yang dikemukakan oleh Kyai Ali Mustafa Yaqub yang menguatkan pendapat kedua. Hadist tersebut menyatakan bahwa kurban sangat dicintai oleh Allah dan akan hadir di hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Hal ini menunjukkan pentingnya menyimpan keutuhan hewan kurban dalam menghadapi hari pembalasan di akhirat.
5. Kaitan dengan keabsahan kurban
Penting untuk dicatat bahwa larangan memotong kuku dan rambut ini tidak berdampak pada keabsahan kurban itu sendiri. Jika seseorang tanpa sengaja atau karena ketidaktahuan memotong kuku atau rambut sebelum pelaksanaan kurban, kurban yang dilakukan tetap sah. Larangan ini lebih bersifat anjuran yang menunjukkan kesungguhan dan khusyuk dalam ibadah kurban, tetapi bukan syarat mutlak yang mempengaruhi keabsahan kurban.
Dalam kesimpulannya, larangan memotong kuku dan rambut bagi orang yang ingin berkurban berlaku pada periode tertentu sebelum pelaksanaan kurban, sesuai dengan hadis Ummu Salamah. Terdapat perbedaan pendapat di antara ulama tentang hukum larangan ini, tetapi intinya adalah menunjukkan kekhususan dan kesungguhan dalam menghadapi ibadah kurban. Larangan ini tidak mempengaruhi keabsahan kurban, dan jika ada pelanggaran tidak sengaja, tetap dianjurkan untuk bertaubat dan memohon ampun kepada Allah SWT.
Penting untuk dicatat oleh Sedulur, bahwa terkait perbedaan pendapat ini adalah perbedaan dalam bidang khilafiyah (perbedaan pendapat) di antara para ulama mazhab. Setiap mazhab memiliki dasar dan argumentasinya sendiri dalam menentukan hukum terkait potong kuku dan rambut dalam konteks berqurban.
Oleh karena itu, sebaiknya Sedulur berkonsultasi dengan ulama yang dipercaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas mengenai praktik kenapa tidak boleh potong kuku dan rambut saat qurban sesuai dengan mazhab yang dianut.